 Shalat Dhuha  adalah shalat sunnah yang sudah dikenal sebagai shalat untuk memohon  rezeki kepada Allah Swt. Dinamakan shalat Dhuha karena shalat ini  dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah naik kira-kira  setinggi tombak sampai dengan menjelang waktu zhuhur. Apabila diukur  dengan jam, kira-kira pukul tujuh pagi sampai dengan pukul sebelas  siang. Shalat Dhuha dikerjakan dengan dua rakaat, empat rakaat, enam  rakaat, delapan rakaat, atau dua belas rakaat.
Shalat Dhuha  adalah shalat sunnah yang sudah dikenal sebagai shalat untuk memohon  rezeki kepada Allah Swt. Dinamakan shalat Dhuha karena shalat ini  dikerjakan pada waktu dhuha, yakni ketika matahari sudah naik kira-kira  setinggi tombak sampai dengan menjelang waktu zhuhur. Apabila diukur  dengan jam, kira-kira pukul tujuh pagi sampai dengan pukul sebelas  siang. Shalat Dhuha dikerjakan dengan dua rakaat, empat rakaat, enam  rakaat, delapan rakaat, atau dua belas rakaat.Penyebutan shalat Dhuha sebagai shalat untuk memohon rezeki kepada  Allah Swt. barangkali berangkat dari sebuah hadits, yakni dari Nu’aim  bin Hammar, dari Nabi Saw., beliau bersabda:
“Tuhanmu Yang Mahagagah dan Mahamulia telah berseru, ‘Hai Bani  Adam, shalatlah empat rakaat pada awal siang karena Aku. Aku akan  mencukupkan engkau pada akhir siang itu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud)
Berdasarkan hadits tersebut, jelas sekali diperintahkan oleh Allah  Swt. kepada sekalian keturunan Adam untuk mengerjakan shalat di awal  siang karena Allah, niscaya akan dikaruniai kecukupan pada akhir siang.  Shalat di awal siang yang dimaksudkan dalam hadits tersebut adalah  shalat Dhuha. Dan, ada hal yang mesti kita garis bawahi dalam hadits  tersebut, yakni “Shalatlah pada awal siang karena Aku.” Inilah niat  utama bagi kita ketika mengerjakan shalat Dhuha, yakni karena Allah Swt.
Oleh karena itu, bagi siapa saja yang ingin ditambah rezekinya dan  diberi kecukupan oleh Allah Swt., hendaknya mengerjakan shalat Dhuha;  barangsiapa yang ingin dijauhkan dari kemiskinan dalam hidupnya,  hendaknya memohon kepada Allah Swt. dengan tidak meninggalkan shalat  Dhuha.
Di samping akan diberi kecukupan oleh Allah Swt., orang yang  mengerjakan shalat dhuha juga diberi ganjaran sama dengan orang yang  bersedekah. Mengenai hal ini, kita dapat mengetahui dari sebuah hadits,  yakni dari Abu Dzar r.a., dari Nabi Saw., beliau bersabda:
“Bagi masing-masing ruas dari anggota tubuh salah seorang di  antara kalian harus dikeluarkan sedekah. Setiap tasbih (سُبْحَانَ اللهِ)  adalah sedekah, setiap tahmid (اَلْحَمْدُ للهِ) adalah sedekah, setiap  tahlil (لاَ إِلهَ إِلاَّ اللهُ) adalah sedekah, menyuruh untuk berbuat  baik pun juga sedekah, dan mencegah kemungkaran juga sedekah. Dan semua  itu bisa disetarakan ganjarannya dengan dua rakaat shalat dhuha.” (HR. Muslim)
Berdasarkan ajaran Islam yang mulia, selama ini kita juga meyakini  bahwa sedekah yang kita lakukan tidak hanya diganjar dengan pahala oleh  Allah Swt. di akhirat kelak, akan tetapi ketika hidup di dunia pun kita  akan mendapatkan balasannya dengan berbagai kenikmatan, termasuk diganti  dengan rezeki yang lebih melimpah. Ketika shalat Dhuha ganjarannya  disamakan dengan sedekah berarti ini adalah langkah awal bagi seseorang  yang ingin mendapatkan kelimpahan rezeki dari Allah Swt.
Dengan demikian, bagi Anda yang sudah terbiasa mengerjakan shalat  Dhuha, silakan dilanjutkan amalan yang sangat baik ini. Bagi Anda yang  belum terbiasa mengerjakannya dan masih ingin mengetahui bagaimana tata  cara mengerjakan shalat Dhuha, semoga tulisan berikut ini berguna.
Setelah seseorang bersuci dan siap untuk mengerjakan shalat,  hendaklah berdiri menghadap kiblat kemudian memulai shalat Dhuha dengan  membaca takbir seraya mengangkat kedua tangan sebagaimana shalat  biasanya. Pada saat melakukan takbiratul ihram, jangan sampai lupa di  dalam hati berniat melakukan shalat Dhuha karena Allah Swt.
Sungguh, berniat dalam mengerjakan shalat itu penting sekali;  pekerjaan ini termasuk rukun di dalam shalat. Oleh karena itu, sebagian  ulama mengajarkan agar jangan sampai kita lupa berniat dalam shalat  kita, maka sebelum takbiratul ihram kita dapat menguatkan niat dengan  lisan. Adapun niat shalat Dhuha apabila dilafazhkan adalah sebagai  berikut:
أُصَلِّي سُنَّةَ الضُّحَى رَكْعَتَيْنِ لِلّهِ تَعَالَى
Ushallî sunnatadh dhuhâ rak’ataini lillâhi ta’âlâ.
Artinya:
“Aku menyengaja shalat sunnah Dhuha dua rakaat karena Allah Ta’ala.”
Pada rakaat pertama setelah membaca surat al-Fâtihah hendaknya  membaca surat asy-Syams dan pada rakaat kedua setelah membaca surat  al-Fâtihah hendaknya membaca surat adh-Dhuhâ.
Apabila tidak membaca surat asy-Syams dan adh-Dhuhâ sebagaimana di  atas, silakan membaca surat lain yang dihafalnya. Selanjutnya,  sebagaimana yang sudah disampaikan di muka, shalat dhuha dapat  dikerjakan dengan dua rakaat, empat rakaat, enam rakaat, delapan rakaat,  atau dua belas rakaat. Silakan memilih sesuai dengan kesanggupan dan  keinginan di dalam hati Anda.
Setelah mengerjakan shalat, silakan membaca istighfar dan shalawat  atas Nabi Saw. atau berdzikir dengan bacaan lainnya sesuai dengan  keinginan Anda. Setelah berdzikir dan memuji Allah Swt., silakan  mengangkat kedua tangan untuk berdoa kepada Allah Swt. dengan doa  sebagai doa berikut:
أَللهُمَّ إِنَّ الضُّحَاءَ ضُحَائُكَ, وَ  الْبَهَاءَ بَهَاءُكَ, وَ الْجَمَالَ جَمَالُكَ, وَ الْقُوَّةَ قُوَّتُكَ,  وَ الْقُدْرَةَ قُدْرَتُكَ, وَ الْعِصْمَةَ عِصْمَتُكَ. أَللهُمَّ إِنْ  كَانَ رِزْقِيْ فِي السَّمَاءِ فَأَنْزِلْهُ, وَ إِنْ كَانَ فِي اْلأَرْضِ  فَأَخْرِجْهُ, وَ إِنْ كَانَ مُعْسِرًا فَيَسِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ  حَرَامًا فَطَهِّرْهُ, وَ إِنْ كَانَ بَعِيْدًا فَقَرِّبْهُ, بَحَقِّ  ضُحَائِكَ وَ بَهَاءِكَ وَ جَمَالِكَ وَ قُوَّتِكَ وَ قُدْرَتِكَ آتِنِيْ  مَا أَتَيْتَ عِبَادَكَ الصَّالِحِيْنَ.
Allâhumma inna dhuhâ-a dhuhâ-uka, wal bahâ-a bahâ-uka, wal jamâla  jamâluka, wal quwwata quwwatuka, wal qudrata qudratuka, wal ‘ishmata  ‘ishmatuka. Allâhumma in kâna rizqî fis samâ-i fa anzilhu, wa in kâna  fil ardhi fa akhrijhu, wa in kâna mu’siran fa yassirhu, wa in kâna  haraman fa thahhirhu, wa in kâna ba’îdan fa qarribhu bi haqqi dhuhâ-ika  wa jamâlika wa quwwatika wa qudratika âtinî mâ âtaita ‘ibâdakash  shâlihîn.
Artinya:
“Ya Allah, sesungguhnya waktu dhuha itu waktu dhuha-Mu, kebagusan  itu kebagusan-Mu, keindahan itu keindahan-Mu, kekuatan itu kekuatan-Mu,  kekuasaan itu kekuasaan-Mu, dan perlindungan itu perlindungan-Mu. Ya  Allah, jika rezeki hamba masih di langit maka turunkanlah, jika berada  di dalam bumi maka keluarkanlah, jika sulit maka mudahkanlah, jika haram  maka sucikanlah, jika jauh maka dekatkanlah, berkat waktu dhuha-Mu,  kebagusan-Mu, keindahan-Mu, kekuatan-Mu, dan kekuasaan-Mu, limpahkanlah  kepada hamba segala yang telah Engkau limpahkan kepada hamba-hamba-Mu  yang saleh.”
Demikianlah tentang shalat Dhuha. Semoga kita dapat mengerjakan shalat sunah yang  menjadikan kita dikaruniai limpahan rezeki oleh Allah Swt. Tapi, tunggu  sebentar, sebelum pembahasan ini ditutup, ada hal penting yang perlu  penulis sampaikan. Ternyata, shalat Dhuha tidak hanya membuat pelakunya  berbahagia dengan kecukupan yang diberikan oleh Allah Swt. ketika hidup  di dunia saja. Shalat Dhuha juga sangat penting bagi kehidupan yang  bahagia di akhirat kelak. Di samping membuat dosa-dosa pelakunya  diampuni oleh Allah Swt., juga akan dipersilakan untuk memasuki surga  melalui pintu khusus serta dibangunkan istana di dalamnya.
Subhanallâh! Betapa besar anugerah yang akan diterima oleh  seseorang yang mengerjakan shalat Dhuha. Mengenai hal ini, marilah kita  perhatikan tiga buah hadits berikut, yakni Rasulullah Saw. telah  bersabda:
“Barang siapa yang membiasakan diri melakukan shalat Dhuha dua  rakaat, maka diampunilah dosa-dosanya sekalipun dosa itu laksana buih di  atas lautan.” (HR. Ibnu Majah dan Tirmidzi)
“Di dalam surga terdapat sebuah pintu yang bernama adh-Dhuha.  Apabila hari kiamat tiba, ada seseorang yang menyeru, ‘Manakah  orang-orang yang senantiasa shalat dhuha? Inilah pintu kalian. Masuklah  ke dalam surga dengan iringan rahmat Allah.” (HR. Thabrani)
“Barang siapa shalat Dhuha dua belas rakaat, Allah akan membuatkan baginya istana di surga.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Demikianlah, semoga bermanfaat untuk kita bersama.
 


