.::*"WELCOME TO MY BLOG, SORRY MY BLOG IF LESS WELL, NEVER BORED TO VISIT MY BLOG AND THANKS FOR VISITING"*::.

Minggu, 29 Januari 2012

Penerapan Konsep Pemuaian Zat

Penerapan Konsep Pemuaian Zat

Penerapan Konsep Pemuaian Zat dalam Kehidupan Sehari-Hari
Prinsip pemuaian zat banyak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini adalah beberapa contoh penerapannya:

1. Pemasangan Kaca Jendela
Pemasangan kaca jendela memperhatikan juga ruang muai bagi kaca sebab koefisien muai kaca lebih besar daripada koefisien muai kayu tempat kaca tersebut dipasang. Hal ini penting sekali untuk menghindari terjadinya pembengkokan pada bingkai.

2. Pemasangan Sambungan Rel Kereta Api
Penyambungan rel kereta api harus menyediakan celah antara satu batang rel dengan batang rel lain. Jika suhu meningkat, maka batang rel akan memuai hingga akan bertambah panjang. Dengan diberikannya ruang muai antar rel maka tidak akan terjadi desakan antar rel yang akan mengakibatkan rel menjadi bengkok.

3. Pemasangan Bingkai Besi pada Roda Pedati
Bingkai roda pedati pada keadaan normal dibuat sedikit lebih kecil daripada tempatnya sehingga tidak dimungkinkan untuk dipasang secara langsung pada tempatnya. Untuk memasang bingkai tersebut, terlebih dahulu besi harus dipanaskan hingga memuai dan ukurannya pun akan menjadi lebih besar daripada tempatnya sehingga memudahkan untuk dilakukan pemasangan bingkai tersebut. Ketika suhu mendingin, ukuran bingkai kembali mengecil dan terpasang kuat pada tempatnya.

4. Pemasangan Jaringan Listrik dan Telepon
Kabel jaringan listrik atau telepon dipasang kendur dari tiang satu ke tiang lainnya sehingga saat udara dingin panjang kabel akan sedikit berkurang dan mengencang. Jika kabel tidak dipasang kendur, maka saat terjadi penyusutan kabel akan terputus.

5. Keping Bimetal
Keping bimetal adalah dua buah keping logam yang memiliki koefisien muai panjang berbeda yang dikeling menjadi satu. Keping bimetal sangat peka terhadap perubahan suhu. Pada suhu normal panjang keping bimetal akan sama dan kedua keping pada posisi lurus. Jika suhu naik kedua keping akan mengalami pemuaian dengan pertambahan panjang yang berbeda. Akibatnya keping bimetal akan membengkok ke arah logam yang mempunyai koefisien muai panjang yang kecil.



6. Termometer
Termometer adalah alat yang dirancang untuk mengukur suhu suatu zat. Ada beberapa jenis termometer, yang prinsip kerjanya bergantung pada beberapa sifat zat yang berubah terhadap suhu. Sebagian besar termometer umumnya bergantung pada pemuaian zat terhadap naiknya suhu. Ide pertama penggunaan termometer adalah oleh Galileo, yang menggunakan pemuaian gas. Termometer umum saat ini terdiri dari tabung kaca dengan ruang di tengahnya yang diisi air raksa atau alkohol yang diberi warna merah.
Pada skala Celsius, titik beku dipilih 0oC (“nol derajat Celsius”) dan titik didih 100oC. Pada skala Fahrenheit, titik beku ditetapkan 32oF dan titik didih 212oF. Termometer praktis dikalibrasi dengan menempatkannya di lingkungan yang telah diatur dengan teliti untuk masing-masing dari kedua suhu tersebut dan menandai posisi air raksa atau penunjuk skala. Untuk skala Celsius, jarak antara kedua tanda tersebut dibagi menjadi seratus bagian yang sama dan menyatakan setiap derajat antara 0oC dan 100oC. Untuk skala Fahrenheit, kedua titik diberi angka 32oF dan 212oF, jarak antara keduanya dibagi menjadi 180 bagian yang sama. Untuk suhu di bawah titik beku air dan di atas titik didih air, skala dapat dilanjutkan
dengan menggunakan selang yang memiliki jarak sama. Bagaimana pun, termometer biasa hanya dapat digunakan pada jangkauan suhu yang terbatas karena keterbatasannya sendiri.

Keping bimetal dapat dimanfaatkan dalam berbagai keperluan misalnya pada termometer bimetal, termostat bimetal pada seterika listrik, saklar alarm bimetal, sekring listrik bimetal. Pemanfaatan pemuaian zat yang tidak sama koefisien muainya dapat berguna bagi industri otomotif, misalnya pada bimetal yang dipasang sebagai saklar otomatis atau pada lampu reting kendaraan.

Pemuaian Zat

Kereta api merupakan alat transportasi darat yang relatif aman dan nyaman serta dapat mengangkut penumpang dalam jumlah yang banyak. Kereta berjalan di atas rel. Pada sambungan rel kereta api terdapat sebuah celah, Mengapa harus ada celah? Celah tersebut pada malam hari lebar, sedangkan siang hari menjadi sempit karena terkena sinar matahari.

Sebagian besar zat akan memuai bila dipanaskan dan menyusut ketika didinginkan. Bila suatu zat dipanaskan (suhunya dinaikkan) maka molekul-molekulnya akan bergetar lebih cepat dan amplitudo getaran akan bertambah besar, akibatnya jarak antara molekul benda menjadi lebih besar dan terjadilah pemuaian. Pemuaian adalah bertambahnya ukuran benda akibat kenaikan suhu zat tersebut. Pemuaian dapat terjadi pada zat padat, cair, dan gas.

Pemuaian Zat Padat
Coba kamu amati bingkai kaca jendela di ruang kelasmu! Adakah bingkai jendela yang melengkung? Tahukah kamu apa sebabnya? Bingkai jendela tersebut melengkung tidak lain karena mengalami pemuaian. Pemuaian yang terjadi pada benda, sebenarnya terjadi pada seluruh bagian benda tersebut. Namun demikian, untuk mempermudah pemahaman maka pemuaian dibedakan tiga macam, yaitu pemuaian panjang, pemuaian luas, dan pemuaian volume.

1. Pemuaian Panjang
Pernahkah kamu mengamati kabel jaringan listrik pada pagi hari dan siang hari? Kabel jaringan akan tampak kencang pada pagi hari dan tampak kendor pada siang hari. Kabel tersebut mengalami pemuaian panjang akibat terkena panas sinar matahari. Alat yang digunakan untuk menyelidiki pemuaian panjang berbagai jenis zat padat adalah musschenbroek. Pemuaian panjang suatu benda dipengaruhi oleh panjang mula-mula benda, besar kenaikan suhu, dan tergantung dari jenis benda.
Alat Musschenbroek
Besarnya panjang logam setelah dipanaskan adalah sebesar
Besarnya panjang zat padat untuk setiap kenaikan 1ºC pada zat sepanjang 1 m disebut koefisien muai panjang (α). Hubungan antara panjang benda, suhu, dan koefisien muai panjang dinyatakan dengan persamaan
Keterangan:
L = Panjang akhir (m)
L0 = Panjang mula-mula (m)
ΔL = Pertambahan panjang (m)
α = Koefisien muai panjang (/ºC)
Δt = kenaikan suhu (ºC)

Beberapa Koefisien Muai Panjang Benda

2. Pemuaian Luas
Jika yang dipanaskan adalah suatu lempeng atau plat tipis maka plat tersebut akan mengalami pemuaian pada panjang dan lebarnya. Dengan demikian lempeng akan mengalami pemuaian luas atau pemuaian bidang. Pertambahan luas zat padat untuk setiap kenaikan 1ºC pada zat seluas 1 m^2 disebut koefisien muai luas (β). Hubungan antara luas benda, pertambahan luas suhu, dan koefisien muai luas suatu zat adalah
Keterangan:
A = Luas akhir (m2)
Δ0 = Pertambahan luas (m2)
A0 = Luas mula-mula (m2)
β = Koefisien muai luas zat (/º C)
Δt = Kenaikan suhu (ºC)

Besarnya β dapat dinyatakan dalam persamaan berikut.

3. Pemuaian Volume
Jika suatu balok mula-mula memiliki panjang P0, lebar L0, dan tinggi h0 dipanaskan hingga suhunya bertambah Δt, maka berdasarkan pada pemikiran muai panjang dan luas diperoleh harga volume balok tersebut sebesar
dimana

Keterangan:
V = Volume akhir (m^3)
V0 = Volume mula-mula (m^3)
ΔV = Pertambahan volume (m^3)
γ = Koefisien muai volume (/ºC)
Δt = Kenaikan suhu (ºC)


Pemuaian Zat Cair
Pada zat cair tidak melibatkan muai panjang ataupun muai luas, tetapi hanya dikenal muai ruang atau muai volume saja. Semakin tinggi suhu yang diberikan pada zat cair itu maka semakin besar muai volumenya. Pemuaian zat cair untuk masing-masing jenis zat cair berbeda-beda, akibatnya walaupun mula-mula volume zat cair sama tetapi setelah dipanaskan volumenya menjadi berbeda-beda. Pemuaian volume zat cair terkait dengan pemuaian tekanan karena peningkatan suhu. Titik pertemuan antara wujud cair, padat dan gas disebut titik tripel.
Anomali Air
Khusus untuk air, pada kenaikan suhu dari 0º C sampai 4º C volumenya tidak bertambah, akan tetapi justru menyusut. Pengecualian ini disebut dengan anomali air. Oleh karena itu, pada suhu 4ºC air mempunyai volume terendah. Hubungan volume dengan suhu pada air dapat digambarkan pada grafik berikut.
Pada suhu 4ºC, air menempati posisi terkecil sehingga pada suhu itu air memiliki massa jenis terbesar. Jadi air bila suhunya dinaikkan dari 0ºC – 4ºC akan menyusut, dan bila suhunya dinaikkan dari 4ºC ke atas akan memuai. Biasanya pada setiap benda bila suhunya bertambah pasti mengalami pemuaian. Peristiwa yang terjadi pada air itu disebut anomali air. Hal yang sama juga terjadi pada bismuth dengan suhu yang berbeda. Lakukan kegiatan berikut untuk menyelidiki kecepatan pemuaian pada berbagai macam zat cair.


Pemuaian pada Gas
Mungkin kamu pernah menyaksikan mobil atau motor yang sedang melaju di jalan tiba-tiba bannya meletus?. Ban mobil tersebut meletus karena terjadi pemuaian udara atau gas di dalam ban. Pemuaian tersebut terjadi karena adanya kenaikan suhu udara di ban mobil akibat gesekan roda dengan aspal.

Pemuaian pada gas adalah pemuaian volume yang dirumuskan sebagai
γ adalah koefisien muai volume. Nilai γ sama untuk semua gas, yaitu 1/273 ºC^-1

Pemuaian gas dibedakan tiga macam, yaitu:
a. pemuaian gas pada suhu tetap (isotermal),
b. pemuaian gas pada tekanan tetap (isobar), dan
c. pemuaian gas pada volume tetap (isokhorik).

1. Pemuaian Gas pada Suhu Tetap (Isotermal)
Pernahkah kalian memompa ban dengan pompa manual. Apa yang kalian rasakan ketika baru pertama kali menekan pompa tersebut? Apa yang kalian rasakan ketika kalian menekannya lebih jauh? Awalnya mungkin terasa ringan. Namun, lama kelamaan menjadi berat. Hal ini karena ketika kita menekan pompa, itu berarti volume gas tersebut mengecil. Pemuaian gas pada suhu tetap berlaku hukum Boyle, yaitu gas di dalam ruang tertutup yang suhunya dijaga tetap, maka hasil kali tekanan dan volume gas adalah tetap. Dirumuskan sebagai:
Keterangan:
P = tekanan gas (atm)
V = volume gas (L)

2. Pemuaian Gas pada Tekanan Tetap (Isobar)
Pemuaian gas pada tekanan tetap berlaku hukum Gay Lussac, yaitu gas di dalam ruang tertutup dengan tekanan dijaga tetap, maka volume gas sebanding dengan suhu mutlak gas. Dalam bentuk persamaan dapat dituliskan sebagai:
Keterangan:
V = volume (L)
T = suhu (K)

3. Pemuaian Gas Pada Volume Tetap (Isokhorik)
Pemuaian gas pada volume tetap berlaku hukum Boyle-Gay Lussac, yaitu jika volume gas di dalam ruang tertutup dijaga tetap, maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya. Hukum Boyle-Gay Lussac dirumuskan sebagai
Dengan menggabungkan hukum boyle dan hukum Gay Lussac diperoleh persamaan
Keterangan:
P = tekanan (atm)
V = volume (L)
T = suhu (K)



Latihan Yuk!!
  1. Batang logam panjangnya 300 cm dipanaskan dari 25ºC hingga 225ºC mengalami pertambahan panjang sebesar 0,6 cm. Berapa pertambahan batang logam yang sama dengan panjang 200 cm dan dipanaskan dari 20ºC hingga suhu 320ºC
  2. Sekeping aluminium panjangnya 40 cm dan lebarnya 30 cm dipanaskan dari 40ºC sampai 140ºC. Jika koefisien muai panjang aluminium adalah 2,5 x 10^-5 /º C, berapakah luas keping aluminium setelah dipanaskan?
  3. Besi berbentuk kubus pada suhu 20ºC memiliki panjang rusuk 10 cm. Kubus tersebut dipanaskan hingga suhu 220ºC. Berapa volume kubus pada suhu 220ºC jika koefisien muai panjang besi 1,2 x 10^5/ºC?
  4. Jelaskan pengertian anomali air!
  5. Apa yang dimaksud dengan titik tripel dan titik kritis?
  6. Sebutkan tiga contoh pemanfaatan prinsip pemuaian zat cair dalam kehidupan sehari-hari!
  7. Suatu gas suhunya 27ºC dipanaskan pada tekanan tetap. Berapa suhu gas tersebut saat volume gas menjadi 3 kali volume semula?
  8. Gas di dalam ruang tertutup pada suhu 27ºC dan tekanan 2 atm memiliki volume 2,4 L. Berapa volume gas tersebut pada suhu 227ºC dan tekanan 3 atm?
  9. Sejumlah gas dengan volume 4 L pada tekanan 1,5 atm dan suhunya 27ºC. Kemudian gas tersebut dipanaskan hingga suhunya 47ºC dan volumenya 3,2 L. Berapakah tekanan gas setelah dipanaskan?




Rabu, 25 Januari 2012

Bagian-Bagian Organ pada Tumbuhan

Bagian-bagian organ pada tumbuhan
1. Akar
a. Epidermis (kulit luar)
Terdiri atas selapis sel yang letaknya rapat dan tidak terdapat ruang-ruang antarsel. Sel-sel epidermis yang letaknya satu garis dengan berkas xilem mengalami modifikasi membentuk bulu akar. Bulu-bulu akar berfungsi menyerap air dan unsur hara dari dalam tanah.
b. Korteks
Terdiri atas beberapa lapis sel yang berdinding tipis serta susunanya tidak rapat. Banyak terdapat ruang antarsel yang berfungsi untuk pertukaran gas.
c. Endodermis
Jaringan endodermis merupakan batas terdalam lapisan korteks, terdiri sel-sel endodermis mengalami penebalan dari lignin atau suberin, yang bersifat impermiabel. Penebalan dinding sel tersebut tampak seperti pita yang mengililingi dinding sel dan disebut pita kapsari.
d. Silinder Pusat/Stele
Merupakan bagian yg terdapat di sebelah dalam endodermis. Batas terluar dr silinder pusat terdiri atas jaringan periskel yg mudah dibedakan dari jaringan lainnya. Sel-sel periskel yg berhadapan dg berkas xilem bersifat meristematis & mampu membentuk akar cabang. B'dasarkan sifat tersebut periskel disebut juga perikambium.
2. Batang
a. Epidermis
Terdiri atas selapis sel yg tersusun rapat tanpa ruang-ruang antarsel. Dinding sel-sel epidermis yg berbatasan dg udara mengalami penebalan gabus & dilapisi kutikula.
b. Korteks
Terdapat di sebelah dalam epidermis. Bagian korteks yg berbatasan dg epidermis terdiri atas sel-sel kolenkim yg berfungsi sbg penyokong. Sedangkan bagian ke arah dalam diisi dg sel-sel parenkim.
c. Endodermis
Merupakan lapisan yg menjadi batas antara korteks & silinder pusat/stele. Pd tumbuhan b'biji tertutup sel-sel endodermis mengandung zat tepung shg disebut sarung tepung/floeterma.
d. Silinder Pusat/Stele
Silinder pusat/stele merupakan bagian batang yg t'letak paling dlm. Lapisan terluar dr silinder pusat dsbt periskel/perikambium. Di sebelah dalamnya t'dpt jaringan parenkim dg berkas pembuluh pengangkut yg tdr atas xilem & floem. Ikatan xilem t'letak b'dampingpan dg ikatan floem, xilem di sblh dlm, sdgkan floem menghadap ke arah luar (tipe kolateral).
3. Daun
Merupakan bagian tumbuhan yg biasanya b'bentuk lembaran pipih, hijau, & b'fungsi sbg tmpt pembuatan makanan bagi tumbuhan melalui proses fotosintesis.
Struktur anatomi daun: epidermis, parenkim palisade & spons, & jaringan pengangkut.
4. Bunga
Merupakan alat reproduksi pd angiospermae. Struktur dasar bunga: calyx, corolla, sta
men, pistilum.

Selasa, 24 Januari 2012

Tugas malaikat Jibril


"Tugas malaikat Jibril kan menyampaikan wahyu udah selesai, nah kira-kira apa ya tugas malaikat Jibril sekarang? Beserta dalilnya !" , tanya teman saya

Maka dengan mambaca basmalah dan salawat kepada Rasulullah sallallahu 'alaihi wasallam saya menjawab:

Selain menyampaikan wahyu dari Allah subhanahu wata'ala, ada tugas lain yang dibebankan Allah kepada malaikat Jibril 'alaihissalam, di antaranya:

Memberi kekuatan kepada orang beriman yang memiliki sifat wala' wal bara' (mecintai orang beriman dan membenci orang kafir) yang kuat, senantiasa membela Allah subhanahu wata'ala dan agamanya demikian pula Rasulullah sallallahu'alaihi wasallam dan sunnahnya. Allah subhanahu wata'ala berfirman:


"Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau Saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang Telah menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang daripada-Nya." [Al-Mujadilah:22]

Ada beberapa versi penafsiran ulama tentang maksud dari firman Allah {وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ} :

1.      Menguatkan mereka dengan Al-Qur'an dalam berhujjah.
2.  Menguatkan mereka dengan cahaya keimanan, hidayah dan tanda-tanda kebesaran Allah.
3.      Menguatkan mereka dengan bantuan Jibril.
Dalam sahih Bukhari dan Muslim, Hassan bin Tsabir Al-Anshary meminta persaksian dari Abu Hurairah dan berkata: Aku memintamu demi Allah, apakah kamu pernah mendengan Rasulullah mengatakan:
" يا حسان ، أجب عن رسول الله ، اللهم أيده بروح القدس ! "
"Ya Hassan .. belalah Rasul Allah, Ya Allah kuatkanlah ia dengan ruh al-quds (Jibril)?"
Abu Hurairah menjawab: Iya.

Dan dalam sahih Muslim, dari Aisyah; Rasulullah berkata kepada Hassan bin Tsabit:
" إن روح القدس لا يزال يؤيدك ما نافحت عن الله ورسوله "
"Sesungguhnya Ruh Qudus (Jibril) senantiasa menguatkanmu selama engkau membela Allah dan Rasul-Nya".

Tugas lain dari malaikat Jibril adalah menyampaikan cinta dan benci Allah terhadap hamba-Nya kepada para malaikat.

Dalam sahih Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah; Rasulullah bersabda:
" إن الله إذا أحب عبدا دعا جبريل فقال إنى أحب فلانا فأحبه - قال - فيحبه جبريل ثم ينادى فى السماء فيقول إن الله يحب فلانا فأحبوه. فيحبه أهل السماء - قال - ثم يوضع له القبول فى الأرض. وإذا أبغض عبدا دعا جبريل فيقول إنى أبغض فلانا فأبغضه - قال - فيبغضه جبريل ثم ينادى فى أهل السماء إن الله يبغض فلانا فأبغضوه - قال - فيبغضونه ثم توضع له البغضاء فى الأرض " .
"Sesungguhnya Allah jika mencintai seorang hamba, Ia memanggil Jibril dan berkata kepadanya: Sesungguhnya Aku mencintai si Fulan maka cintailah ia. Lalu Jibril ikut mencintainya, kemudian berseru di langit: Sesungguhnya Allah mencintai si Fulan maka cintailah ia. Lalu penduduk langit turut mencintainya, kemudian diturunkan rasa cinta kepadanya di bumi. Dan jika Allah membenci seorang hamba, Ia memanggil Jibril dan berkata kepadanya: Sesungguhnya Aku membenci si Fulan maka bencilah ia. Lalu Jibril ikut membencinya, kemudian berseru di langit: Sesungguhnya Allah membenci si Fulan maka bencilah ia. Lalu penduduk langit turut membencinya, kemudian diturunkan rasa benci kepadanya di bumi."


          Imam al-Shuyuti dalam al-Hawi li al-Fatawa menegaskan bahwa malaikat Jibril masih tetap eksis turun ke Bumi. Dalam kitab itu, beliau mencantumkan sebuah hadits yang riwayatkan oleh al-Thabrani dalam al-Kabir dari Maimunah binti sa'ad, dia berkata:

“Wahai Rasulullah, bolehkah seseorang tidur dalam keadaan junub? Nabi menjawab "Aku tidak suka jika ia (orang yang junub) tidur sebelum mengambil wudlu', aku khawatir ia lantas mati (dalam keadaan berhadats), sehingga tidak dihadiri oleh Malaikat Jibril.”


Hadits ini, menurut al-Suyuthi, secara tersurat menjelaskan bahwa Malaikat jibril selalu turun ke bumi untuk menghadiri setiap orang mukmin yang mati dalam keadaan suci dari hadats. Selain itu, al-Suyuthi juga menampilkan sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Nu'aim bin Hammad dalam al-Fitan, dan al-Thabrani dari Ibnu Mas'ud, bahwa ketika Nabi saw. menyebutkan ciri-ciri Dajjal, beliau bersabda:


"Lalu Dajjal melewati Mekkah, ternyata di sana dia bertemu dengan makhluq yang sangat besar, maka dia bertanya: siapa kamu? makhluq tersebut menjawab 'aku adalah Mika'il,
Allah mengutusku untuk menjaga tanah Haram ini'. Kemudian Dajjal meneruskan perjalanannya ke Madinah, disana dia juga bertemu dengan Makhluq yang besar dan dia bertanya: siapa kamu? makhluq itu menjawab: 'aku adalah Jibril, aku diutus Allah untuk menjaga tanah haram ini'."

Itulah dua hadits yang dikemukakan oleh al-Suyuthi, yang menjelaskan bahwa malaikat Jibril -kendati Nabi sudah wafat- masih tetap eksis turun ke Bumi pada waktu-waktu tertentu. Disamping itu, tiap-tiap Lailatu al-Qodar, para malaikat semuanya turun ke bumi, termasuk di antaranya adalah Jibril yang diredaksikan dalam al-Qur’an surah al-Qadr dengan kalimat al-Ruh. 


Wallahu a'lam !

Sabtu, 21 Januari 2012

Beriman kepada Rasul-rasul

Orang Muslim beriman bahwa Allah SWT telah memilih di antara manusia sebagai rasul-rasul, mewahyukan syari'at-Nya kepada mereka, menyuruh mereka menyampaikannya sebagai hujjah bagi-Nya pada hari kiamat, mengutus mereka dengan keterangan-keterangan, mendukung mereka dengan mukjizat-mukjizat, dimulai dari Nabi Nuh a.s. dan ditutup dengan Nabi Muhammad saw.
Kendati kebiasaan-kebiasaan manusia juga terjadi pada rasul-rasul: makan, minum, sakit, sehat, lupa, ingat, mati, dan juga hidup. Namun, mereka makhluk yang paling sempurna secara mutlak, dan paling mulia tanpa pengecualian. Iman seorang hamba tidak sempurna, kecuali dengan mengimani mereka secara global atau detail, karena dalil-dalil wahyu dan dalil-dalil akal.
Dalil-Dalil Wahyu
  1. Penjelasan Allah Ta’ala tentang rasul-rasul-Nya, pengutusan mereka, dan risalah-risalah mereka dengan firman-firman-Nya, yang artinya seperti berikut:
    • “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan),’Sembahlah Allah dan jauhilah Thaghut.” (An-Nahl: 36).
    • “Allah memilih utusan-utusan dari malaikat dan dari manusia sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Al-Hajj: 75).
    • “Sesungguhnya Kami telah memberikan wahyu kepadamu sebagaimana Kami telah memberikan wahyu kepada Nuh dan nabi-nabi yang kemudiannya, dan Kami telah memberikan wahyu kepada Ibrahim, Ismail, Ishak, Ya’qub dan anak cucunya, Isa, Ayyub, Yunus,Harun dan Sulaiman. Dan Kami berikan Zabur kepada Daud. Dan (Kami telah mengutus) rasul-rasul yang sungguh telah Kami kisahkan tentang mereka kepadamu dahulu, dan rasul-rasul yang tidak Kami kisahkan tentang mereka kepadamu. Dan Allah telah berbicara kepada Musa dengan langsung. (Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (An-Nisa’: 163-165).
    • “Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan.” (Al-Hadid: 25).
    • “Dan (ingatlah kisah) Ayub, ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang’.” (Al-Anbiya’: 83).
    • “Dan Kami telah mengutus rasul-rasulsebelummu, melaikan mereka sungguh memakan makanan dan berjalan di pasar-pasar.” (Al-Furqan: 20).
    • “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan kepada Musa sembilan buah mukjizat yang nyata, maka tanyakanlah kepada Bani Israel, tatkala Musa datang kepada mereka.” (Al-Isra’: 101).
    • “Dan (ingatlah) ketika Kami mengambil perjanjian dari nabi-nabi dan dari kamu (sendiri), dari Nuh, Ibrahim, Musa dan Isa Putera Maryam, dan Kami telah mengambil dari mereka perjanjian yang teguh, agar Dia menanyakan kepada orang-orang yang benar tentang kebenaran mereka dan Dia menyediakan bagi orang-orang kafir siksa yang pedih.” (Al-Ahzab: 7-8).
  2. Penjelasan Rasulullah saw. tentang diri beliau, dan saudara-saudaranya dari para nabi dan para rasul dengan sabda-sabdanya seperti berikut.
    • “Allah tidak mengutus seorang nabi pun, melaikan ia peringatkan kaumnya dari si buta sebelah yang pendusta, yaitu Al-Masih Ad-Dajjal.” (Diriwatarkan Al-Bukhari dan Muslim).
    • “Janganlah kalian saling melebihkan para nabi.”
    • Ketika Rasulullah saw. ditanya Abu Dzar r.a. tentang jumlah para nabi, dan para rasul, beliau bersabda, “Jumlah nabi ialah seratus dua puluh ribu, dan jumlah rasul ialah tiga ratus tiga belas.”
    • “Seandainya Musa atau Isa masih hidup, maka tidak ada yang bisa ia lakukan kecuali mengikutiku.” (Diriwayatkan Abu Ya’la).
    • “Itulah Nabi Ibrahim.” Ini beliau ucapkan ketika beliau dipanggil 'hai manusia terbaik'. Beliau tawadhu’ kepada Nabi Ibrahim.
    • “Seorang hamba tidak layak berkata, ‘Sesungguhnya aku lebih baik dari pada Yunus bin Matta’.”
    • Penjelasan Rasulullah saw. tentang para rasul ketika mereka dipertemukan dengan beliau di Baitul Maqdis, dan beliau shalat sebagi imam bagi mereka, beliau bertemu di langit dengan Nabi Yahya, Nabi Isa, Nabi Yusuf, Nabi Idris, Nabi Harun, Nabi Musa, Nabi Ibrahim dan beliau menjelaskan tentang mereka, dan kondisi yang beliau saksikan dari mereka.
    • “Sesungguhnya Nabi Allah, Daud makan dari hasil kerja tangannya.” (Diriwayatkan Al-Bukhari dan Muslim).
  3. Keimanan miliaran kaum Muslimin, dan selain kaum muslimin dari Ahli Kitab Yahudi, dan Kristen kepada rasul-rasul Allah, dan pembenaran yang kuat terhadap risalah mereka, keyakinan mereka terhadap kesempurnaan mereka, dan pemilihan Allah terhadap mereka.
Dalil-Dalil Akal
  1. Rububiyah Allah Ta’ala, dan rahmat-Nya menghendaki pengutusan rasul-rasul dari-Nya kepada makhluk-Nya untuk mengenalkan mereka kepada Tuhan mereka, membimbing mereka kepada sesuatu yang menyempurnakan kemanusiaan mereka, kebahagiaan mereka di dunia dan kebahagiaan mereka di akhirat.
  2. Penciptaan Allah Ta’ala terhadap makhluk untuk menyembah-Nya seperti yang Dia firmankan, “Dan Aku telah menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku,” (Adz-Dzariyat: 56) itu menghendaki pemilihan rasul-rasul, dan pengutusan mereka untuk mengajari manusia bagaimana cara mereka taat kepada-Nya, karena ibadah dan ketaatan adalah tugas pokok penciptaan mereka.
  3. Sesungguhnya pahala karena ketaatan, dan hukuman karena maksiat menghendaki pengiriman rasul-rasul dan pengutusan para nabi, agar di hari kiamat manusia tidak berkata,”Wahai Tuhan kami, kami tidak tahu cara ketaatan kepada-Mu hingga kami bisa taat kepada-Mu dengan benar, dan kami juga tidak mengetahui apa saja kemaksiatan kepada-Mu hingga kami bisa menjauhinya. Pada hari ini, Engkau tidak mempunyai kezhaliman. Oleh karena itu, jangan siksa kami.” Jika itu terjadi, maka manusia mempunyai alasan seperti itu. Jadi, ini menghendaki pengutusan para rasul untuk memutus argumen manusia seperti di atas. Allah berfirman, “(Mereka kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (An-Nisa’: 165).

Beriman kepada Qadha dan Qadhar

Apa pun yang terjadi di dunia dan yang menimpa diri manusia pasti telah digariskan oleh Allah Yang Mahakuasa dan Yang Mahabijaksana. Semua telah tercatat secara rapi dalam sebuah Kitab pada zaman azali. Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan manusia tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka ia memiliki peluang atau kesempatan untuk berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, berusaha keras untuk mencapai yang dicita-citakan tanpa berpangku tangan menunggu takdir, dan berupaya memperbaiki citra diri.
Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah swt., seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah swt. Ia akan berubah menjadi batu karang yang tegar menghadapi segala gelombang kehidupan dan senantiasa sabar dalam menyongsong badai ujian yang silih berganti. Ia juga selalu bersyukur apabila kenikmatan demi kenikmatan berada dalam genggamannya. Perhatikan beberapa ayat Allah dan hadits Rasul berikut ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” [QS. Al-An’aam (6): 59]
“Tiada seorangpun dari kalian kecuali telah ditulis tempatnya di neraka atau di surga.” Salah seorang dari mereka berkata, “Bolehkah kami bertawakal saja, ya, Rasulullah?” Beliau menjawab, “Tidak, (akan tetapi) beramallah…karena setiap orang dimudahkan (dalam beramal).” Kemudian beliau membaca ayat ini, “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah), bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil, merasa dirinya cukup dan mendustakan pahala yang terbaik, maka Kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar [QS. Al-Lail (92): 5-10].” (HR Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib)
“Sangat mengherankan seorang mukmin itu, karena semua urusannya mengandung kebaikan. Dan yang demikian itu tidak pernah dimiliki seseorang kecuali orang mukmin; apabila ia diuji dengan kenikmatan (kebahagiaan), ia bersyukur. Maka, inilah kebaikan baginya. Dan apabila ia diuji dengan kemelaratan (kepayahan), ia bersabar. Maka, inilah kebaikan baginya.” (HR Muslim dari Abu Yahya Shuhaib bin Shinan)
Definisi Qadha dan Qadar
Secara etimologi, qadha memiliki banyak pengertian, diantaranya sebagaimana berikut:
1. Pemutusan, kita bisa temukan pengertian ini pada firman Allah, “(Dia) yang mengadakan langit dan bumi dengan indahnya, dan memutuskan sesuatu perkara, hanya Dia mengatakan: Jdilah, lalu jadi.” [QS. Al-Baqarah (2): 117]
2. Perintah, kita bisa temukan pengertian ini pada firman Allah, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan “ah” dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia.” [QS. Al-Israa` (17): 23]
3. Pemberitaan, bisa kita temukan dalam ayat, “Dan telah Kami wahyukan kepadanya (Luth) perkara itu, yaitu bahwa mereka akan ditumpas habis di waktu subuh.” [QS. Al-Hijr (15): 66]
Imam az-Zuhri berkata, “Qadha secara etimologi memiliki arti yang banyak. Dan semua pengertian yang berkaitan dengan qadha kembali kepada makna kesempurnaan….” (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu Al-Atsir 4/78)
Adapun qadar secara etimologi berasal dari kata qaddara, yuqaddiru, taqdiiran yang berarti penentuan. Pengertian ini bisa kita lihat dalam ayat Allah berikut ini. “Dan dia menciptakan di bumi itu gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.” [QS. Fushshilat (41): 10]
Dari sudut terminologi, qadha adalah pengetahuan yang lampau, yang telah ditetapkan oleh Allah pada zaman azali. Adapun qadar adalah terjadinya suatu ciptaan yang sesuai dengan penetapan (qadha).
Ibnu Hajar berkata, “Para ulama berpendapat bahwa qadha adalah hukum kulli (universal) ijmali (secara global) pada zaman azali, sedangkan qadar adalah bagian-bagian kecil dan perincian-perincian hukum tersebut.” (Fathul-Baari 11/477)
Ada juga dari kalangan ulama yang berpendapat sebaliknya, yaitu qadar merupakan hukum kulli ijmali pada zaman azali, sedangkan qadha adalah penciptaan yang terperinci.
Sebenarnya, qadha dan qadar ini merupakan dua masalah yang saling berkaitan, tidak mungkin satu sama lain terpisahkan oleh karena salah satu di antara keduanya merupakan asas atau pondasi dari bangunan yang lain. Maka, barangsiapa yang ingin memisahkan di antara keduanya, ia sungguh merobohkan bangunan tersebut (An-Nihayat fii Ghariib al-Hadits, Ibnu Atsir 4/78, Jami’ al-Ushuul 10/104).
Dalil-dalil Qadha dan Qadar

Beriman kepada qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman, yang mana iman seseorang tidaklah sempurna dan sah kecuali beriman kepadanya. Ibnu Abbas pernah berkata, “Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan tauhidnya” (Majmu’ Fataawa Syeikh Al-Islam, 8/258).
Oleh karena itu, iman kepada qadha dan qadar ini merupakan faridhah dan kewajiban yang harus dilakukan setiap muslim dan mukmin. Hal ini berdasarkan beberapa hadits berikut ini.
Hadits Jibril yang diriwayatkan Umar bin Khaththab r.a., di saat Rasulullah saw. ditanya oleh Jibril tentang iman. Beliau menjawab, “Kamu beriman kepada Allah, Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari Akhir, dan kamu beriman kepada qadar baik maupun buruk.” (HR. Muslim)
“Sekiranya Allah swt. menyiksa penduduk langit dan bumi, maka Dia sungguh melakukannya tanpa menzalimi mereka. Dan sekiranya Dia mengasihi mereka, maka rahmat-Nya lebih baik daripada amal mereka. Dan sekiranya kamu memiliki emas seperti Gunung Uhud atau semisalnya, lalu kamu infakkan di jalan Allah, maka Dia tidak akan menerimanya sehingga kamu beriman terhadap qadar dan kamu mengetahui bahwa apa yang ditakdirkan menimpamu tidak akan meleset darimu dan apa yang ditakdirkan bukan bagianmu tidak akan mengenaimu, dan sesungguhnya jika kamu mati atas (aqidah) selain ini, maka niscaya kamu masuk neraka.” (HR. Ahmad, dari Zaid bin Tsabit)
Perhatikan beberapa ayat Allah dan hadits Nabi yang berkaitan dengan qadha dan qadar-Nya berikut ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya, yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut ukuran.” [QS. Al-Qamar (54): 49]
“(Yaitu di hari) ketika kamu berada di pinggir lembah yang dekat dan mereka berada di pinggir lembah yang jauh, sedangkan kafilah itu berada di bawah kamu. Sekiranya kamu mengadakan persetujuan (untuk menentukan hari pertempuran), pastilah kamu tidak sependapat dalam menentukan hari pertempuran itu, akan tetapi (Allah mempertemukan dua pasukan itu) agar Dia melakukan suatu urusan yang mesti dilaksanakan, yaitu agar orang yang binasa itu binasanya dengan keterangan yang nyata dan agar orang yang hidup itu hidupnya dengan keterangan yang nyata (pula). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS. Al-Anfaal (8): 42]
“Tidak ada suatu keberatan pun atas Nabi tentang apa yang telah ditetapkan Allah baginya. (Allah telah menetapkan yang demikian) sebagai sunnah-Nya pada nabi-nabi yang telah berlalu dahulu. Dan adalah ketetapan Allah itu suatu ketetapan yang pasti berlaku.” [QS. Al-Ahzab (33): 38]
“Yang pertama kali diciptakan Allah Yang Mahaberkah lagi Mahaluhur adalah pena (al-qalam). Kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Tulislah…,’ Ia bertanya, ‘Apa yang saya tulis?’ Dia berfirman, ‘Maka ia pun menulis apa yang ada dan yang bakal ada sampai hari kiamat.” (HR Ahmad)
“Tiada seorang pun dari kalian kecuali telah ditulis tempatnya di neraka atau di surga. Salah seorang dari mereka berkata, ‘Bolehkah kami bertawakal saja, ya, Rasulullah?’ Beliau menjawab, ‘Tidak, (akan tetapi) beramallah…karena setiap orang dimudahkan (dalam beramal),’ kemudian beliau membaca ayat ini, ‘Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah), bertakwa dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil, merasa dirinya cukup dan mendustakan pahala yang terbaik, maka kami kelak akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.’” (HR Bukhari dan Muslim, dari Ali bin Abi Thalib)
“Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar.” [QS. Al-Lail (92): 5-10]
Rukun-rukun Iman Kepada Qadha Dan Qadar
Beriman kepada qadha dan qadar berarti mengimani rukun-rukunnya. Rukun-rukun ini ibarat satuan-satuan anak tangga yang harus dinaiki oleh setiap mukmin. Dan tidak akan pernah seorang mukmin mencapai tangga kesempurnaan iman terhadap qadar kecuali harus meniti satuan anak tangga tersebut.
Iman terhadap qadha dan qadar memiliki empat rukun sebagai berikut.
Pertama, Ilmu Allah swt. Beriman kepada qadha dan qadar berarti harus beriman kepda Ilmu Allah yang merupakan deretan sifat-sifat-Nya sejak azali. Dia mengetahui segala sesuatu. Tidak ada makhluk sekecil apa pun di langit dan di bumi ini yang tidak Dia ketahui. Dia mengetahui seluruh makhluk-Nya sebelum mereka diciptakan. Dia juga mengetahui kondisi dan hal-ihwal mereka yang sudah terjadi dan yang akan terjadi di masa yang akan datang oleh karena ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu. Dialah Tuhan Yang Mengetahui yang gaib dan yang nyata.
Hal ini bisa kita temukan dalam beberapa ayat quraniah dan hadits nabawiah berikut ini.
“Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi. Perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui bahwasanya Allah Mahakuasa atas segala sesuatu, dan sesungguhnya Allah ilmu-Nya benar-benar meliputi segala sesuatu.” [QS. Ath-Thalaaq (65): 12]
“Dialah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang.” [QS. Al-Hasyr (59): 22]
“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib; tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang di daratan dan di lautan, dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi, dan tidak sesuatu yang basah atau yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfudz).” [QS. Al-An’aam (6): 59]
“Allah lebih mengetahui apa yang mereka kerjakan ketika menciptakan mereka.” (HR Muslim)
Kedua, Penulisan Takdir. Di sini mukmin harus beriman bahwa Allah swt. menulis dan mencatat takdir atau ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan kehidupan manusia dan sunnah kauniah yang terjadi di bumi di Lauh Mahfuzh—“buku catatan amal” yang dijaga. Tidak ada suatu apa pun yang terlupakan oleh-Nya. Perhatikan beberapa ayat di bawah ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” [QS. Al-Hadiid (57): 22-23]
“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hajj (22): 70]
“Dan tiadalah binatang-binatang yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan umat (juga) seperti kamu. Tiadalah Kami alpakan sesuatu pun dalam Al-Kitab, kemudian kepada Tuhanlah mereka dihimpunkan.” [QS. Al-An’aam (6): 38]
“Yang pertama kali diciptakan Allah Yang Mahaberkah lagi Mahaluhur adalah pena (al-qalam). Kemudian Dia berfirman kepadanya, ‘Tulislah….” Ia bertanya, ‘Apa yang aku tulis?’ Dia berfirman, maka ia pun menulis apa yang ada dan yang bakal ada sampai hari kiamat.” (HR. Ahmad)
Ketiga, Masyi`atullah (Kehendak Allah) dan Qudrat (Kekuasaan Allah). Seorang mukmin yang telah mengimani qadha dan qadar harus mengimani masyi`ah (kehendak) Allah dan kekuasaan-Nya yang menyeluruh. Apa pun yang Dia kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi meskipun manusia memohon dan menghendakinya. Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak menghendakinya. Allah berfirman,
“Dan tiada sesuatu pun yang dapat melemahkan Allah baik di langit maupun di bumi. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa.” [QS. Faathir (35): 44]
Adapun dalil-dalil tentang masyi`atullah sangat banyak kita temukan dalam Al-Qur`an, di antaranya sebagai berikut.
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” [QS. At-Takwiir (81): 29]
“Dan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami adalah pekak, bisu dan berada dalam gelap gulita. Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya), niscaya disesatkan-Nya. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk diberi-Nya petunjuk), niscaya Dia menjadikan-Nya berada di atas jalan yang lurus.” [QS. Al-An’aam (6): 39]
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ maka terjadilah ia.” [QS. Yaasiin (36): 82]
“Siapa yang dikehendaki Allah menjadi orang baik, maka Dia akan menjadikannya faqih (memahami) agama ini.” (HR. Bukhari)
Simaklah apa jawaban Imam Syafi’i ketika ditanya tentang qadar berikut ini.
“Maka, apa-apa yang Engkau kehendaki pasti terjadi meskipun aku tidak berkehendak
Dan apapun yang aku kehendaki—apabila Engkau tidak berkehendak—tidak akan pernah ada
Engkau menciptakan hamba-hamba ini sesuai yang Engkau ketahui
Maka dalam (bingkai) ilmu ini, lahirlah pemuda dan orang tua renta
Kepada (hamba) ini, Engkau telah memberikan karunia dan kepada yang ini Engkau hinakan
Yang ini Engkau tolong dan yang ini Engkau biarkan (tanpa pertolongan)
Maka, dari mereka ada yang celaka dan sebagian mereka ada yang beruntung
Dari mereka ada yang jahat dan sebagian mereka ada yang baik
Keempat, Penciptaan-Nya. Ketika beriman terhadap qadha dan qadar, seorang mukmin harus mengimani bahwa Allah-lah pencipta segala sesuatu, tidak ada Khaliq selain-Nya dan tidak ada Rabb semesta alam ini selain Dia. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
“Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu.” [QS. Az-Zumar (39): 62]
“Yang kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi, dan Dia tidak mempunyai anak, dan tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan(Nya), dan dia telah menciptakan segala sesuatu, dan Dia menetapkan ukuran-ukuranya dengan serapi-rapinya.” [QS. Al-Furqaan (25): 2]
“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat Itu.“ [QS. Ash-Shaaffat (37): 96]
“Sesungguhnya, Allah adalah Pencipta semua pekerja dan pekerjaannya.” (HR. Hakim)
Inilah empat rukun beriman kepada qadha dan qadar yang harus diyakini setiap muslim. Maka, apabila salah satu di antara empat ini diabaikan atau didustakan, niscaya ia tidak akan pernah sampai gerbang keimanan yang sesungguhnya. Sebab, mendustakan satu di antara empat rukun tersebut berarti merusak bangunan iman terhadap qadha dan qadar, dan ketika bangunan iman terhadap qadar rusak, maka juga akan menimbulkan kerusakan pada bangunan tauhid itu sendiri.

Macam-macam Takdir
Takdir ada empat macam. Namun, semuanya kembali kepada takdir yang ditentukan pada zaman azali dan kembali kepada Ilmu Allah yang meliputi segala sesuatu. Keempat macam takdir tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, Takdir Umum (Takdir Azali). Takdir yang meliputi segala sesuatu dalam lima puluh ribu tahun sebelum diciptakannya langit dan bumi. Di saat Allah swt. memerintahkan Al-Qalam (pena) untuk menuliskan segala sesuatu yang terjadi dan yang belum terjadi sampai hari kiamat. Hal ini berdasarkan dalil-dalil berikut ini.
“Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” [QS. Al-Hadiid (57): 22]
“Allah-lah yang telah menuliskan takdir segala makhluk sejak lima puluh ribu tahun sebelum diciptakan langit dan bumi. Beliau bersabda, ‘Dan ‘Arsy-Nya berada di atas air.” (HR. Muslim)
Kedua, Takdir Umuri. Yaitu takdir yang diberlakukan atas manusia pada awal penciptaannya ketika pembentukan air sperma (usia empat bulan) dan bersifat umum. Takdir ini mencakup rizki, ajal, kebahagiaan, dan kesengsaraan. Hal ini didasarkan sabda Rasulullah saw. berikut ini.
“…Kemudian Allah mengutus seorang malaikat yang diperintahkan untuk meniupkan ruhnya dan mencatat empat perkara: rizki, ajal, sengsara, atau bahagia….” (HR. Bukhari)
Ketiga, Takdir Samawi. Yaitu takdir yang dicatat pada malam Lailatul Qadar setiap tahun. Perhatikan firman Allah berikut ini.
“Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah.” [QS. Ad-Dukhaan (44): 4-5]
Ahli tafsir menyebutkan bahwa pada malam itu dicatat dan ditulis semua yang akan terjadi dalam setahun, mulai dari kebaikan, keburukan, rizki, ajal, dan lain-lain yang berkaitan dengan peristiwa dan kejadian dalam setahun. Hal ini sebelumnya telah dicatat pada Lauh Mahfudz.
Keempat, Takdir Yaumi. Yaitu takdir yang dikhususkan untuk semua peristiwa yang akan terjadi dalam satu hari; mulai dari penciptaan, rizki, menghidupkan, mematikan, mengampuni dosa, menghilangkan kesusahan, dan lain sebagainya. Hal ini sesuai dengan firman Allah, “Semua yang ada di langit dan bumi selalu meminta kepada-Nya. Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” [QS. Ar-Rahmaan (55): 29]
Ketiga takdir yang terakhir tersebut, kembali kepada takdir azali: takdir yang telah ditentukan dan ditetapkan dalam Lauh Mahfudz.
Berdalih dengan Qadar dalam Kemaksiatan dan Musibah
Semua yang ditakdirkan oleh Allah swt. selalu tersirat hikmah dan maslahat bagi manusia. Hikmah dan maslahat yang telah diketahui oleh-Nya. Maka, Dia tidak pernah menciptakan kejelekan dan keburukan murni yang tidak pernah melahirkan suatu kemaslahatan. Kejelekan dan keburukan ini tidak boleh dinisbatkan kepada Allah swt., melainkan dinisbatkan kepada amal perbuatan manusia. Sesungguhnya, segala sesuatu yang dinisbatkan kepada Allah mengandung keadilan, hikmah, dan rahmat .
Hal ini berdasarkan firman Allah swt., “Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap manusia. Dan cukuplah Allah menjadi saksi.” [QS. An-Nisaa` (4): 79]
Maksudnya, segala kenikmatan dan kebaikan yang dialami manusia berasal dari Allah SWT, sedangkan keburukan yang menimpanya diakibatkan karena dosa dan kemaksiatannya.
Allah membenci kekufuran dan kemaksiatan yang dilakukan hamba-hamba-Nya. Sebaliknya, Dia mencintai dan meridhai ketakwaan dan kesalehan. Dia juga menunjukkan dua jalan untuk hamba-hamba-Nya, sedangkan manusia diberikan akal untuk memilih salah satu jalan tersebut sesuai pilihan dan kehendaknya. Maka, barangsiapa yang memilih jalan kebaikan ia berhak mendapat ganjaran dan yang memilih jalan keburukan atau kebatilan maka ia berhak mendapat siksa oleh karena hal ini dilakukan secara sadar dan atas pilihannya sendiri tanpa ada unsur paksaan. Meskipun sebab-sebab dan factor-faktor pendorong amal perbuatannya tidak lepas dari kehendak Allah swt.
Maka, tidak ada alasan dan hujjah lagi bagi manusia bahwa setiap kekufuran dan kemaksiantan yang dilakukannya karena takdir Allah swt. Oleh karena itu, Allah mencela orang-orang musyrik yang berdalih dengan masyi-at Allah atas kekufuran mereka seperti dalam firmanNya;
“Orang-orang yang mempersekutukan Tuhan, akan mengatakan, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami dan bapak-bapak kami tidak mempersekutukan-Nya dan tidak (pula) kami mengharamkan barang sesuatu apa pun.’ Demikian pulalah orang-orang sebelum mereka telah mendustakan (para rasul) sampai mereka merasakan siksaan Kami. Katakanlah, ‘Adakah kamu mempunyai sesuatu pengetahuan sehingga dapat kamu mengemukakannya kepada Kami?” Kamu tidak mengikuti kecuali persangkaan belaka, dan kamu tidak lain hanyalah berdusta. Katakanlah, ‘Allah mempunyai hujjah yang jelas lagi kuat; maka jika Dia menghendaki, pasti Dia memberi petunjuk kepada kamu semuanya.” [QS. Al-An’aam (6): 148-149]
“Dan berkatalah orang-orang musyrik, ‘Jika Allah menghendaki, niscaya kami tidak akan menyembah sesuatu apa pun selain Dia, baik kami maupun bapak-bapak kami, dan tidak pula kami mengharamkan sesuatu pun tanpa (izin)-Nya.’ Demikianlah yang diperbuat orang-orang sebelum mereka, maka tidak ada kewajiban atas para rasul, selain dari menyampaikan (amanat Allah) dengan terang. Tiap-tiap umat mempunyai rasul yang diutus untuk menerangkan kebenaran.” [QS. An-Nahl (16): 35]
Adapun berhujjah dengan takdir atas musibah yang menimpa manusia dapat dibenarkan Islam. Sebagaimana dialog yang terjadi antara Nabi Adam dan Nabi Musa tentang musibah dikeluarkannya Bani Adam dari surga.
“Adam dan Musa berbantah-bantahan. Musa berkata, ‘Wahai, Adam, Anda adalah bapak kami yang telah mengecewakan dan mengeluarkan kami dari surga. Lalu Adam menjawab, ‘Kamu, wahai Musa yang telah dipilih Allah dengan Kalam-Nya dan menuliskan untkmu dengan Tangan-Nya, apakah kamu mencela kepadamu atas suatu perkara yang mana Allah telah menakdirkan kepadaku sebelum aku diciptakan empat puluh tahun?’ Maka Nabi bersabda, ‘Maka, Adam telah membantah Musa, Adam telah membantah Musa.’” (HR. Muslim)
Buah Iman Kepada Qadar
Muslim yang meyakini akan qadha dan qadar Allah swt. secara benar akan melahirkan buah-buah positif dalam kehidupannya. Ia tidak akan pernah frustrasi atas kegagalan atau harapan-harapan yang lari darinya, dan ia tidak terlalu berbangga diri atas kenikmatan dan karunia yang ada di genggamannya. Sabar dan syukur adalah dua senjata dalam menghadapi setiap permasalahan hidup.
Dr. Umar Sulaiman al-Asyqar dalam kitab “Al-Qadha wa Al-Qadar” menyimpulkan buah beriman terhadap qadar sebagai berikut.
Pertama, jalan yang membebaskan kesyirikan.
Kedua, tetap istiqamah. “Sesungguhnya, manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir. Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan ia amat kikir, kecuali orang-orang yang mengerjakan shalat.” [QS. Al-Ma’arij (70): 19-22]
Ketiga, selalu berhati-hati. “Maka apakah mereka merasa aman dari azab Allah (yang tidak terduga-duga)? Tiada yang merasa aman dan azab Allah kecuali orang-orang yang merugi.” [QS. Al-A’raaf (7): 99]
Keempat, sabar dalam menghadapi segala problematika kehidupan

Beriman kepada Allah

Iman menurut etimologi berarti percaya, sedangkan menurut terminologi, berarti membenarkan secara dengan hati, lalu diungkapkan dengan kata-kata, dan diapikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Iman kepada Allah SWT berarti meyakininya dengan hati lalu diucapkan dengan lisan, kemudian diaplikasikan dalam kehiduipan sehari-hari.
Iman kepada Allah SWT adalah rukun iman yang pertama. Hal ini menunjukkan bhawa iman kepada Allah SWT merupakan hal yang paling pokok dan mendasar bagi keimanan dan seluruh ajaran islam. Unutk mempertebal keimanan maka seseorang harus mengenal sifat-sifat Allah SWT beserta Asmanya (Asmaul Husna).
A. Sifat-Sifat Allah SWT
1. Allah Bersifat Wujud (Ada), Mustahil Bersifat ‘Adam (Tidak Ada)
Allah SWT bersifat wujud atau ada, lawannya tidak ada (adam). Adanya Allah SWT dapat dibuktikan dengan akal yaitu dengan melihat dan memikirkan semua yang ada atau yang terjadi di alam semesta ini. Apabila diperhatikan kejadian dan kerja dari organ-oragn tubuh manusia, pasti terpikir bahwa semua itu pasti ada yang mengatur dan menjadikannya. Demikian juga halnya dengan alam ini. Tidak dapat diterima akal bila alam ini terjadi dengan sendirinya. Jika sebelumnya alam ini belum ada, kemudian menjadikan dirinya sendiri, maka akal yang sehat tidak dapat menerima apabila sesuatu yang belum ada dapat membuat dirinya menjadi ada. Sulit diterima akal, apabila benda tersebut terjadi dengan sendirinya tanpa ada yang menciptakan atau menjadikan. Begitu pula keteraturan alam, adanya pergeseran siang dan malam secara teratur, peredaran matahari pada sumbunya, peredaran planet-planet, adanya hukum-hukum alam yang semuanya menunjukkan adanya pengaturan, dan yang mengatur iru adalah Allah SWT.

Dalil tentang sifat Allah ini terdapat dalam Al Qur’an Surat Al An’am : 102 yang berbunyi:(lihat Qur’an online di google)
Artinya: (yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, Maka sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu. (QS Al An’am : 102)
Menurut fitrah dan pertimbangan akal sehat tidak mungkin Allah SWT tidak ada, karena ada yang dibuat yaitu makhluk. Pendapat bahwa Tuhan itu tidak ada dan memandang ala mini terjdai secara kebetulan adalah irasional (tidak masuk akal).
Manfaat mempelajarinya: agar manusia mau mengabdikan diri (menyembah) kepada yang wujud itu yaitu Allah SWT
2. Allah Bersifat Qidam (Dahulu), Mustahil bersifat Huduts (Didahului)
Allah SWT bersifat qidam atau dahulu, lawannya bersifat baru ata ada yang mendahului. Hal ini dapat dilihat dengan contoh yang sederhana, yaitu rumah. Rumah dibuat tukang (manusia). Adanya rumah itu setelah adanya manusia (tukang). Dengan kata lain tukang lebih dulu ada dibanding rumah yang dibuatnya. Begitu pula Allah SWT yang meciptakan alam semesta beserta isinya telah lebih dahulu ada dibandingkan alam yang diciptakannya. Namun demikian, adanya Allah SWT tiada bermula dan tiada berakhir.
Allah SWT adalah Maha Azali, yaitu sudah ada sebelum adanya sesuatu apapun selain dia sendiri, dan akan terus abadi, sebagaimana firmannya : :( lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Dialah Yang Awal dan Yang Akhir Yang Zhahir dan Yang Bathin]; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS Al Hadid : 3)
Memperhatikan tanda – tanda kekuasaan Allah, maka akal sehat manusia pasti menolak bahwa yang diciptakan lebih dahulu ada dari yang menciptakan. Pelukis lebih dulu ada dari pelukisnya. Maka mustahil Allah bersifat Huduts.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwa Allah SWT telah ada dan sempurna sejak awal.
3. Allah Bersifat Baqa’ (Kekal) Mustahil Fana (Binasa)
Allah SWT adalah Khaliq (pencipta) dan alam adalah Makhluk (yang diciptakan). Allah SWT sebagai pencipta segala sesuatu mempunyai sifat Baqa’, yaitu kekal selama-lamanya. Semua yang ada di alam ini dapat rusak, binasa, mati dan musnah. Tetapi Allah SWT tetap, tanpa mengalami perubahan, sebagaimana firmannya : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “(26). Semua yang ada di bumi itu akan binasa. (27). Dan tetap kekal Dzat Tuhanmu yang mempunyai kebesaran dan kemuliaan. (QS Ar Rahman : 26-27)
Allah SWT tidak ada yang menciptakan, maka mustahil bagi Allah SWT memiliki sifat seperti makhluk. Seluruh makhluk di alam semesta ini ada awalnya dan pasti akan berakhir, maka semuanya akan hancur.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwasanya Allah SWT bersifat kekal, sementara manusia pasti binasa dan manusia harus menyiapkan bekal untuk kehidupan sesudah binasa.
4. Allah Besifat Mukhallafat lil Hawaditsi (Berbeda dari Semua Makhluk), Mustahil Mumatsalatuhu lil Hawaditsi (Ada yang Menyamainya)
Allah SWT berbeda sifatnya dengan semua makhluk. Hal ini mudah dipahami karena Allah SWT adalah pencipta semesta alam, sehingga mustahil pencipta sama dengan yang diciptakannya. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya: “…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS As Syuara : 11)
Kita wajib percaya bahwa Allah SWT berbeda dengan makhluknya. Meja, kursi, papan tulis yang dibuat tentu tidak akan sama bentuk dan rupanya dengan yang membuat. Begitu pula Allah SWT sebagai Khalik pasti berbeda dengan Makhluk.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin bahwa mauusia tidak mampu menandingi zat Allah yang pasti tidak sama dengan manusia.
5. Allah Bersifat Qiyamuhu Binafsihi (Berdiri Sendiri), Mustahil Qiyamuhu Bighairihi (Bergantung pada Sesuatu)
Allah SWT berdiri sendiri, lawannya adalah dengan batuan atau bergantung pada yang lain. Allah SWT adalah pencipta alam dengan segala isinya. Ini berarti dalam penciptaan alam tidak ada yang membantu dan dia tidak membutuhkan bantuan sebab Allah Maha Kuasa dan Maha Perkasa, sedangkan sesutau selain Allah SWT adalah makhluk yang lemah dan mustahil menolong penciptanya. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “… Allah tidak merasa beratb memelihara keduanya dan dia Maha Tinggi lagi Maha Agung.” (QS Al Baqarah : 255).
Allah SWT tidak memerlukan bantuan dari yang lain, dia berkuasa sendiri, karena dia maha Sempurna. Jika Allah SWT memerlukan bantuan dari yang lain berarti Allah bersifat Ihtiyaju li ghairihi atau Qiyamuhu bi ghirihi. Itu tidak mungkin bagi Allah SWT, karena menunjukkan kelemahan dan kekurangan. Yang mempunyai sifat kelemahan hanya makhluk, Mustahil dimiliki oleh Allah SWT.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak sombong, karena manusia saling membutuhkan satu dengan yang lainnya, antara manusia harus saling tolong – menolong karena yang berdiri sendir adalah Allah SWT.
6. Allah Bersifat Wahdaniyah (Esa), Mustahil ‘Adadun (Berbilang)
Agama Islam mengajarkan bahwa Allah SWT itu Esa, lawannya berbilang, yaitu lebih dari satu, baik dzatnya, sifatnya, maupun perbuatannya. Esa dalam dzatnya ialah bahwa dzat atau substansi Allah SWT tidak tersusun dari unsur atau elemen dan tidak dapat dibagi atau diukur.
Allah SWT adalah zat yang mutlak, tidak dapat disamakan dengan apapun, tidak mungkin dilihat dengan mata, tidak dapat diraba dengan tangan, tidak dapat diketahui dengan panca indera manusia, juga tidak dapat diukur dengan alat apapun, karena dia sangat berbeda dengan apa pun yang ada.
Allah SWT pun esa dalam perbuatannya, maksudnya tidak ada sesuatu yang mampu berbuat seperti perbuatan khalik. Dia yang mewujudkan semua rencana dan perbuatannya tanpa dipengaruhi pihak lain.
Jika kita perhatikan alam semesta dan segala isinya, nampak keteraturan antara satu dengan yang lain, itu adalah bukti bahwa alam ini berjalan atas “sunatullah”, tidak nampak sedikitpun benturan. Jika demikian, maka yang mengatur hanya zat yang tunggal, yaitu Allah. Kerusakan akan terjadi bila adanya tuhan lebih dari satu. Firman Allah SWt dalam QS Al Anbiya : 22, yang berbunyi: :(lihat Qur’an online di google)
Artinya: Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah Rusak binasa. Maka Maha suci Allah yang mempunyai ‘Arsy daripada apa yang mereka sifatkan. (QS Al Anbiya : 22)
Keesaan Allah SWT wajib diyakini oleh setiap mukmin secara utuh dan sempurna. Namun jangan sampai memikirkan zat atau bentuk Allah, tetapi yang harus dipirkan hanyalah ciptaannya saja.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia yakin akan keesaan Allah dan hanya taat kepada Allah yang Esa itu.
7. Allah Bersifat Qudrat (Maha Kuasa), Mustahil ‘Ajzun
Allah bersifat Maha Kuasa, lawannya lemah, terbatas, dan tidak berkuasa. Allah Maha Kuasa artinya hanya Allah SWT saja yang berkuasa, sedangkan makhluk selain Allah SWT tidak mempunyai kekuasaan apa-apa. Kekuasaan Allah SWT tidak hanya dalam membuat dan menghidupkan saja, tetapi juga berkuasa meniadakan atau mematikan sesuai dengan kehendaknya sendiri. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “… Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS Ali Imran : 26)
Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak berlaku sewenang – wenang bila memiliki kekuasaan, karena kekuasaan yang dimiliki oleh manusia sifatnya hanya sementara dan terbatas.
8. Allah Bersifat Iradat (Berkehendak), Mustahil Karahah (Terpaksa)
Sifat berkehendak, lawannya adalah terpaksa. Artinya bahwa Allah SWT menjadikan sesuatu sesuai dengan rencana dan kehendaknya.
Sifat qudrat sangat erat kaitannya dengan sifat iradat. Segala sesuatu yang telah dan akan dijadikan Allah SWT adalah karena kehendak (iradat) Allah sendiri.
Jika Allah SWT menghendaki sesuatu. Ia cukup hanya berfirman maka jadilah sesuatu yang dikehendakinya itu. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Sesungguhnyanya perintahnya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya “Jadilah” maka terjadilah ia.” (QS Yaasiin ; 82)
Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak lekas putus asa bila kehendaknya tidak tercapai atau menemui kegagalan, sebab kewajiban manusia hanyalah berusaha dan yang menentukan adalah Allah SWT.
9. Allah Bersifat Ilmu (Maha Mengetahui), Mustahil Jahlun (Tidak Tahu atau Bodoh)
Allah SWT bersifat Maha Mengetahui, lawannya tidak tahu. Ilmu Allah SWT tidak ada batasnya karena Allah SWT yang menjadikan alam semesta ini. Allah SWT mengetahui segala sesuatu, baik nyata maupun tidak nyata. Allah Maha Berilmu dan merupakan sumber segala ilmu, sedangkan manusia hanya diberikan sedikit ilmu oleh Allah SWT, sebagaimana firmannya : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “…Tidakkah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS Al Isra : 85)
Ilmu artinya mengetahui, maksudnya Allah SWT memiliki sifat Maha Mengetahui terhadap sesuatu. Sifat Allah itu sebagai bukti bahwa Allah tidak pernah didahului oleh ketidak tahuan, begitu pula ilmu Allah itu sangat luas dan tidak dibatasi oleh kelemahan dan kekurangan.
Allah SWT mengetahui yang nampak dan tersembunyi, mengetahui yang sudah terjadi dan akan terjadi yng ada di langit dan di bumi, bahkan yang tersembunyi di dalam diri setiap manusia. Firman Allah SWT: :( lihat Qur’an online di google)
Artinya: Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan bumi. dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. (QS Al Hujurat : 18
Allah mustahil bersifat Jahlun (bodoh), karena bodoh merupakan sifat kekurangan, sedangkan Allah SWT Maha Sempurna.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia tidak sombong bila memiliki ilmu pengetahuan sebab ilmu Alla teramat luas dan ilmu manusia terbatas.
10. Allah Bersifat Hayat(Hidup), Mustahil Mautun (Mati)
Allah SWT bersifat Hayat atau hidup, lawannya mati atau mautun. Kehidupan Allah SWT sempurna dalam arti dia hidup untuk selama-lamanya (hidup sempurna), tidak seperti hidupnya manusia, hewan dan tumbuh-tumbuhan serta benda lain yang mengalami kebinasan. Allah SWT kekal. Kalau Allah SWT mati atau tidak hidup tentu tidak akan ada makhluk hidup. Hal ini dapat disimak dalam Al Qur’an. Firman Allah SWT. :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Dan bertawakkallah kepada Allah yang hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya.” (QS Al Furqan : 58)
Sesuai dengan kekuasaannya, Allah memiliki sifat Hayat yang mutlak, hidup dengan sendirinya dan sifatnya kekal. Hidup tidak pernah berakhir dengan kematian, karena mati hanyalah milik makhluk. Dengan demikian wajib bagi Allah SWT bersifat hayat, dan mustahil bagiNya besifat maut.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia hendaknya bebuat baik selama hidup di dunia yang hanya sekali ini, sebab yang hidup kekal hanya Allah sedang manusia pasti mengalami kematian.
11. Allah Bersifat Sama’ (Mendengar), Mustahil ‘Asham (Tuli)
Allah SWT bersifat mendengar (sama’), lawannya tuli. Mendengarnya Allah SWT tidak sama dengan mendengarnya manusia. Pendengaran manusia dapat mengalami gangguan, seperti menjadi tuli dan tidak dapat mendengar. Ketajaman pendengaran manusia terbatas dan tidak sama antara satu dengan yang lainnya.
Allah Maha Mendengar, tidak ada suara yang tidak didengar oleh Allah SWT. Tidak ada kesulitan bagi allam SWT mendengar semua suara walaupun suara itu sangat lemah. Bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT. Orang yang beriman kepada Allah SWT niscaya akan merasa senang dan tenang karena tidak khawatir bahwa doa atau permohonannya tidak akan didengar oleh Allah SWT. Firman Allah SWT ; :(lihat Qur’an online di google)
Artinya :Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): “Ya Tuhan kami terimalah daripada kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.” (QS Al Baqarah : 127)
Setiap muslim di manapun berada, siang atau malam, di tempat ramai atau tersembunyi, senantiada didengar oleh Allah SWT. Sikap ini harus ditanamkan dalam perilaku sehari – hari. Tidak ada kesulitan bagi Allah mendengar sesuatu dan semua suara walaupun suara itu sangat lemah, bahkan suara hati manusia akan didengar oleh Allah SWT.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam berbicara harus berhati – hati, jangan berkata kotor, porno, atau cabul, sebab dimana manusia berbicara Allah pasti mendengar.
12. Allah Bersifat Bashar (Melihat), Mustahil A’ma (Buta)
Allah bersifat Maha Melihat, lawannya buta. Melihatnya Allah SWT adalah sempurna terhadap apa yang ada di alam ini. Firman Allah SWT : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ghaib di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS Al hujurat : 18)
Bashar artinya melihat, maksudya Allah maha meliaht kepada seluruh makhluknya. Penglihatan Allah sangat luas tidak dibatasi oleh suatu apapun. Allah maha melihat terhadap yang nampak maupun yang tersembunyi.
Manfaat mempelajarinya: agar manusia dalam menjalani kehidupan di dunia ini hati – hati, jangan berbuat maksiat sebab Allah pasti melihat meskipun di mana saja kita berada.
13. Allah Bersifat Kalam (Berfirman), Mustahil Abkam (Bisu)
Allah SWT bersifat kalam, lawannya bisu. Kalam Allah SWT adalah sempurna. Terbukti dalam firmannya yang termaktub dalam Al Qur’an yang sempurna. Karena itu tidak ada bahasa manusia yang dapat menggantikan bahasa (kalam) Allah SWT, karena kalam Allah SWT itu bersih dari segala kata manusia.
B. Asmaul Husna
Asmaul Husna adalah nama-nama yang baik yang merupakan sifat-sifat Allah SWT. Nama-nama itu banyak kita jumpai dalam Al Qur’an. Diantara nama-nama Allah SWT yang juga sekaligus merupakan sifat-sifat Allah SWT, ialah :
1. Al ‘Adlu (Adil)
Allah SWT Maha Adil terhadap makhluknya, terbukti dalam segala hal, baik yang meyangkut urusan keduniaan maupun urusan akhirat. Misalnya, dalam ibadah Allah SWT tidak membeda-bedakan si kaya dan si miskin, antara pejabat dengan staff dan sebagainnya. Kadar yang menjadi ukuran di sisi Allah SWT ialah ketakwaan hamba-hambanya. Allah SWT berfirman : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS An Nahl : 90)
2. Al Ghaffar (Pengampun)
Al Ghaffar merupkan sifat Allah yang artinya Pengampun. Maghfirah (ampunan) Allah SWT selalu dilimpahkan kepada makhluknya yang mau mengakui kesalahan dan bertaubat. Sifat pengampun Allah SWT ini dapat dilihat dalam firmannya : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya : Tuhan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” (QS Shaad : 66)
3. Al Hakim (Bijaksana)
Di antara sifat Allah SWT adalah Al Hakim, artinya bijaksana. Kebijaksanaan Allah SWT tidak terbatas kepada bentuk ciptaannya saja, tetapi mencakup segala hal. Sebagai contoh, segala yang diperintahkan Allah SWT, baik yang mengandung ibadah maupun muamalah, selalu mengandung hikmah dan bila dikerjakan akan mendapat pahala. Sebaliknya, sesuatu yang dilarang ada hikmahnya dan bila di tinggalkan akan mendapat pahala. Sifat bijaksan ini dapat diperhatikan pada ayat berikut ini: :(lihat Qur’an online di google)
Artinya: “Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS Ali Imran : 6)
4. Al Malik (Raja)
Al Malik adalah sifat Allah SWT yang berarti raja. Allah SWT merajai segala apa yang ada di alam ini. Sebagai raja, Dia memiliki sifat kekuasaan dan kesempurnaan, tidak seperti raja di dunia ini yang banyak kekurangan dan kelemahan. Kalau Allah SWT sudah memutuskan sesuatu tak ada satupun yang dapat menolaknya dan kalau Allah SWT melarang sesuatu tidak ada satupun yang dapat mencegahnya. Allah SWT berfirman : :(lihat Qur’an online di google)
Artinya: “Maka Maha Tinggi Allah, Raja Yang Sebenarnya; tidak ada Tuhan selain Dia, Tuhan (Yang mempunyai) ‘Arsy yang mulia.” (QS Al Mukminuun : 116)
5. Al Hasib (Pembuat Perhitungan)
Al Hasib adalah sifat Allah SWT yang maksudnya Pembuat Perhitungan. Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT tentunya sudah diperhitungkan dengan cermat dan tepat. Balasan yang berlipat ganda akan diberikan Allah SWT kepada orang-orang yang bersyukur dan berbuat baik. Perhitungan Allah SWT selalu tepat dalam memberi pahala kepada orang yang bebruat kebajikan dan siksa kepada orang yang ingkar kepadanya. Oleh karena itu, sebelum melakukan tindakan, kita harus memperhiutngkan baik buruknya secara cermat, sebab Allah SWT akan menghitung semua amal kita di dunia ini. Allah SWT berfirman: :(lihat Qur’an online di google)
Artinya: “…Sesungguhnya Allah selalu membuat perhitungan atas segala sesuatu.” (QS An Nisa : 86)
Dengan memahami dan menghayati sifat-sifat dan asma Allah SWT diharapkan akan tumbuh dalam diri manusia kesadaran akan keagungan, kebesaran dan ke Maha Pengasihan Allah SWT terhadap sesamam makhluknya. Dengan demikian, pada akhirnya dapat melahirkan keimanan, sikap pengabdian, rendah hati, mengasihi sesama dan berhati lembut.
C. Fungsi Iman Kepada Allah SWT
Fungsi iman dalam kehidupan manusia adalah sebagai pegangan hidup. Orang yang beriman tidak mudah putus asa dan ia akan memiliki akhlak yang mulia karena berpegang kepada petunjuk Allah SWT yang selalu menyuruh berbuat baik.
Fungsi iman kepada Allah SWT akan melahirkan sikap dan kepribadian seperti berikut ini.
  1. Menyadari kelemahan dirinya dihadapan Allah Yang Maha Besar sehingga ia tidak mau bersikap dan berlaku sombong atau takabur serta menghina orang lain
  2. Menyadari bahwa segala yang dinimatinya berasal dari Allah yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Sikap menyebabkan ia akan menjadi orang yang senantiasa bersyukur kepada Allah SWT. Ia memanfaatkan segala nikmat Allah SWT sesuai dengan petunjuk dan kehendak Nya
  3. Menyadari bahwa dirinya pasti akan mati dan dimintai pertanggungjawaban tentang segala amal perbuatan yang dilakukan. Hal ini menyebabkan ia senantiasa berhati-hati dalam menempuh liku-liku kehidupan di dunia yang fana ini.
  4. Merasa bahwa segala tindakannya selalu dilihat oleh Allah yang Maha Mengetahui dan Maha Melihat. Ia akan berusaha meninggalkan perbuatan yang buruk karena dalam dirinya sudah tertanam rasa malu berbuat salah. Ia menyadari bahwa sekalipun tidak ada orang yang melihatnya namun Allah Maha Melihat. Dalam salah satu riwayat pernah dikisahkan, pada suatu hari Khalifah Umar bin Khattab menjumpai seorang anak pengembala kambing. Lalu Khalifah meminta kepada gembala itu agar mau menjual seekor kambing kepadanya, berapa saja harganya. Namun anak itu berkata: “Kambing ini bukan milikku melainkan milik majikanku”. Lalu Khalifah Umar berkata lagi: “Bukankah majikanmu tidak ada disini?” Jawab anak gemabala tersebut,” Memang benar majikanku tidak disini dan ia tidak mengetahuinya, tetapi Allah Maha Mengetahui” mendengar jawaban anak itu, Umar tertegun karena merasa kagum atas kualitas keimanan anak itu, yakni Allah SWT Maha Melihat dan selalu memperhatikan dirinya, sehingga ia tidak berani berbuat keburukan, walaupun tidak ada orang lain yang melihatnya.
Sadar dan segera bertaubat apabila pada suatu ketika karena kekhilafan ia berbuat dosa. Ia akan segera memohon ampun dan bertaubat kepada Allah SWT dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatan jahat yang dilakukannya, sebagai mana diterangkan dalam Al Qur’an: :( lihat Qur’an online di google)
Artinya : “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain dari pada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui.” (QS An Nisa :135)
Fungsi iman kepada Allah SWT akan menumbuhkan sikap akhlak mulia pada diri seseorang. Ia akan selalu berkata benar, jujur, tidak sombong dan merasa dirinya lemah dihadapan Allah SWT serta tidak berani melanggar larangannya karena ia mempunyai iman yang kokoh. Oleh karena itu, iman memegang peranan penting dalam kehidupan manusia, yakni sebagai alat yang paling ampuh untuk membentengi diri dari segala pengaruh dan bujukan yang menyesatkan. Iman juga sebagai pendorong seseorang untuk melakukan segala amal shaleh.