Tadi pagi sebelum bel masuk berbunyi, aku dan teman-teman lagi asyik ngobrol. Tapi obrolan kami tiba-tiba terpotong saat salah satu guru kristen datang. Beliau datang mencari Ketua Osis yang kebetulan dia juga sedang ngobrol bareng dengan ku. Guru kristen itu ternyata ingin mengundang Ketua Osis untuk datang pada acara perayaan natal di desanya. Sesampai ku di rumah, aku bertanya pada ayah "yah, kalau misalnya ada orang islam yang diundang untuk datang dalam acara perayaan Natal itu hukum menurut islam itu bagaimana?" kemudian ayahku menjawab "ya sebaiknya tidak usah datang, tapi kalau kedatangannya hanya untuk bersosialisasi saja ya tidak apa-apa. Asalkan kita tidak mengucapkan selamat."
Fatwa tentang haramnya umat Islam ikut natalan atau
seremoni sejenisnya sudah jelas dan tetap hukumnya,
tidak berubah.
Karena biar bagaimanapun acara natal adalah acara
keagamaan yang bersifat ritual. Islam sejak dini telah
membatasi masalah toleransi pada saling menghormati
dan menghargai bahkan saling tolong dan saling bela
dalam masalah sosial masyarakat. Tapi tidak bila harus
saling bertukar ibadah dan bertukar upacara keagamaan.
Prinsip “lakum dinukum waliya din” tidak pernah
berubah. Dan menghormati pemeluk agama lain tidak
harus dengan memberi ucapan selamat atau menghadiri
perayaan agama. Meski mereka memberi selamat dan
menghadiri perayaan agama kita, bukan berarti harus
saling berbalas.
Natalan dalam agama Kristen adalah ibadah sebagaimana
Idul Fitri dan Idul Adha dalam agama Islam. Di samping
itu Natal bagi mereka merupakan keyakinan atau aqidah,
karena orang-orang Kristen meyakini bahwa Isa
dilahirkan sebagai anak Tuhan dan sebagai penebus dosa
warisan yang diterima dari Nabi Adam.
Maka, kalau kita ikut sama-sama merayakan natal
artinya kita ikut beribadah seperti mereka dan
mengakui keyakinan mereka.
Memang kita diperintahkan untuk menghormati penganut
agama lain, tapi caranya bukan dengan ikut-ikutan
beribadah bersama mereka, namun dengan cara tidak
mengganggu akidah dan ibadah mereka serta memberi
kesempatan seluas-luas bagi mereka untuk melaksanakan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Nabi Muhammad SAW pernah menolak ketika diajak oleh
orang Quraisy untuk melakukan penyembahan sesuai agama
mereka dengan imbalan mereka pun akan beribadah sesuai
dengan tata cara yang berlaku dalam agama Islam.
Beliau menyampaikan kepada mereka surat Al-Kafirun
yang diakhiri dengan kalimat "Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku."
Ya, bukan kita tidak menghormati mereka,
bahkan justru kita sangat menghormati mereka dengan
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya. Adapun kalau
harus ikut terlibat, maka agama kami melarangnya,
sebagaimana agama mereka pun melarang mereka untuk
melakukan ibadah seperti kita (shalat di masjid,
membaca Al-Qur'an, bershalawat kepada nabi Muhammad
dll.)
Biar sedikit asalkan bermanfa'at......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar