.::*"WELCOME TO MY BLOG, SORRY MY BLOG IF LESS WELL, NEVER BORED TO VISIT MY BLOG AND THANKS FOR VISITING"*::.

Rabu, 19 Desember 2012

Hukum Berpartisipasi dalam Perayaan Natal

Tadi pagi sebelum bel masuk berbunyi, aku dan teman-teman lagi asyik ngobrol. Tapi obrolan kami tiba-tiba terpotong saat salah satu guru kristen datang. Beliau datang mencari Ketua Osis yang kebetulan dia juga sedang ngobrol bareng dengan ku. Guru kristen itu ternyata ingin mengundang Ketua Osis untuk datang pada acara perayaan natal di desanya. Sesampai ku di rumah, aku bertanya pada ayah "yah, kalau misalnya ada orang islam yang diundang untuk datang dalam acara perayaan Natal itu hukum menurut islam itu bagaimana?" kemudian ayahku menjawab "ya sebaiknya tidak usah datang, tapi kalau kedatangannya hanya untuk bersosialisasi saja ya tidak apa-apa. Asalkan kita tidak mengucapkan selamat."

Fatwa tentang haramnya umat Islam ikut natalan atau
seremoni sejenisnya sudah jelas dan tetap hukumnya,
tidak berubah.
Karena biar bagaimanapun acara natal adalah acara
keagamaan yang bersifat ritual. Islam sejak dini telah
membatasi masalah toleransi pada saling menghormati
dan menghargai bahkan saling tolong dan saling bela
dalam masalah sosial masyarakat. Tapi tidak bila harus
saling bertukar ibadah dan bertukar upacara keagamaan.
Prinsip “lakum dinukum waliya din” tidak pernah
berubah. Dan menghormati pemeluk agama lain tidak
harus dengan memberi ucapan selamat atau menghadiri
perayaan agama. Meski mereka memberi selamat dan
menghadiri perayaan agama kita, bukan berarti harus
saling berbalas.


Natalan dalam agama Kristen adalah ibadah sebagaimana
Idul Fitri dan Idul Adha dalam agama Islam. Di samping
itu Natal bagi mereka merupakan keyakinan atau aqidah,
karena orang-orang Kristen meyakini bahwa Isa
dilahirkan sebagai anak Tuhan dan sebagai penebus dosa
warisan yang diterima dari Nabi Adam.
Maka, kalau kita ikut sama-sama merayakan natal
artinya kita ikut beribadah seperti mereka dan
mengakui keyakinan mereka.
Memang kita diperintahkan untuk menghormati penganut
agama lain, tapi caranya bukan dengan ikut-ikutan
beribadah bersama mereka, namun dengan cara tidak
mengganggu akidah dan ibadah mereka serta memberi
kesempatan seluas-luas bagi mereka untuk melaksanakan
ibadah sesuai dengan keyakinannya.
Nabi Muhammad SAW pernah menolak ketika diajak oleh
orang Quraisy untuk melakukan penyembahan sesuai agama
mereka dengan imbalan mereka pun akan beribadah sesuai
dengan tata cara yang berlaku dalam agama Islam.
Beliau menyampaikan kepada mereka surat Al-Kafirun
yang diakhiri dengan kalimat "Bagimu agamamu dan
bagiku agamaku."
 Ya, bukan kita tidak menghormati mereka,
bahkan justru kita sangat menghormati mereka dengan
memberikan kebebasan yang seluas-luasnya. Adapun kalau
harus ikut terlibat, maka agama kami melarangnya,
sebagaimana agama mereka pun melarang mereka untuk
melakukan ibadah seperti kita (shalat di masjid,
membaca Al-Qur'an, bershalawat kepada nabi Muhammad
dll.)

Biar sedikit asalkan bermanfa'at......

Senin, 10 Desember 2012

Prinsip Dalam Etika


Prinsip dakam etiket selalu tetap, universal, tidak terbatas waktu dan tempat, misal :
1)       Respek                                                                                                                                                       Menghargai orang lain, peduli dengan orang lain dan memahami orang lain apa adanya. Tidak peduli mereka berbeda, kultur berbeda, keyakinan berbeda sangat penting menunjukkan penghargaan pada orang lain karena kelebihan, kekurangan, kesamaan/perbedaan dengan respek orang lain juga akan respek padamu

2)     Empati
            Meletakkan dirimu pada orang lain sebelum berucap, bertindak pikirkan dulu akibatnya. Jangan sampai ucapan dan perbuatanmu menyinggung dan menyakiti orang-orang disekitarmu atau justru kamu terlihat buruk dimata orang-orang disekitarmu

3)      Kejujuran
            Jujur lebih dari sekedar tidak berkata dusta. Jujur berarti melakukan dan mengucapkan kebenaran walau menyakitkan.



Sedikit yang bisa saya sampaikan, mudah-mudahan bermanfaat bagi kita semua…
Aamiin……….                                                 

Basa Basi dalam Berkenalan


Basa – basi dalam berkenalan
Bila ada siswa baru di kelasmu, apakah yang kamu lakukan? Bila ingin akrab
v Basa-basi sebaiknya dilakukan secukupnya. Jangan berlebihan sehingga tidak ada kesan cerewet atau risih.
v Jangan sampai basa-basi berkembang jadi gosip, yang penting kamu bisa saling menyapa dan berkenalan

Setelah basa basi, lakukan perkenalan dengan manis
Ø Sebutkan nama kamu dengan jelas, jangan sampai teman barumu mengangkat telinganya meminta mengeja namamu
Ø Tatap matanya dengan ramah, sorot mata yang ramah menunjukkan kamu senang berkenalan dan bisa dijadikan teman baik
Ø Jabat tangannya dengan erat, menunjukkan rasa percaya diri dan hangatnya kepribadian seseorang. Misal diiringi ucapan hangat “Senang berkenalan dengan kamu”

Sabtu, 01 Desember 2012

Fungsi, Hak, dan Kewajiban DPR

Fungsi

DPR mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam kerangka representasi rakyat.

Legislasi

Fungsi legislasi dilaksanakan sebagai perwujudan DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang.

Anggaran

Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden.

Pengawasan

Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undang-undang dan APBN.

Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, DPR mempunyai hak sebagai berikut:
  • Interpelasi
  • Angket
  • Menyatakan Pendapat
Hak-hak anggota DPR RI adalah sebagai berikut:
  • Mengajukan rancangan undang-undang
  • Mengajukan pertanyaan
  • Menyampaikan usul dan pendapat
  •  
  • Memilih dan dipilih
  • Membela diri
  • Imunitas
  • Protokoler
  • Keuangan dan administratif
Kewajiban-kewajiban anggota DPR RI adalah sebagai berikut:
  • Mengamalkan Pancasila
  • Melaksanakan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan mentaati segala peraturan perundang-undangan
  • Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintah
  • Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia
  • Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat
  • Menyerap,menghimpun,menampung,dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat
  • Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,kelompok dan golongan
  • Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah pemilihannya
  • Mentaati kode etik dan Peraturan Tata tertib DPR
  • Menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait

Penertian Korupsi

Pengertian Korupsi

Kata “korupsi” menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti penyelewengan atau penggelapan (uang negara atau perusahaaan) dan sebagainya untuk keuntungan pribadi atau orang lain. Perbuatan korupsi selalu mengandung unsur “penyelewengan” atau dis-honest (ketidakjujuran). Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 28Tahun 1999 tentang Penyelewengan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme dise-butkan bahwa korupsi adalah tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ketentuan per-aturan perundang-undangan yang mengatur tentang pidana korupsi.

Gambaran Umum Korupsi di Indonesia

Korupsi di Indonsia dimulai sejak era Orde Lama sekitar tahun 1960-an bahkan sangat mungkin pada tahun-tahun sebelumnya. Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 24 Prp 1960 yang diikuti dengan dilaksanakannya “Operasi Budhi” dan Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 228 Tahun 1967 yang dipimpin langsung oleh Jaksa Agung, belum membuahkan hasil nyata.

Pada era Orde Baru, muncul Undang-Undang Nomor3 Tahun 1971 dengan “Operasi Tertib”yang dilakukan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib), namun dengan kemajuan iptek, modus operandi korupsi semakin canggih dan rumit sehingga Undang-Undang tersebut gagal dilaksanakan. Selanjutnya dikeluarkan kembali Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999.

Upaya-upaya hukum yang telah dilakukan pemerintah sebenarnya sudah cukup banyak dan sistematis. Namun korupsi di Indonesia semakin banyak sejak akhir 1997 saat negara mengalami krisis politik, sosial, kepemimpinan, dan kepercayaan yang pada akhirnya menjadi krisis multidimensi. Gerakan reformasi yang menumbangkan rezim Orde Baru menuntut antara lain ditegakkannya supremasi hukum dan pemberantasan Korupsi, Kolusi & Nepotisme (KKN). Tuntutan tersebut akhirnya dituangkan di dalam Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 & Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penye-lenggaraan Negara yang Bersih & Bebas dari KKN.
Peran Serta Pemerintah dalam Memberantas Korupsi

Partisipasi dan dukungan dari masyarakat sangat dibutuhkan dalam mengawali upaya-upaya pemerintah melalui KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain.
KPK yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi, menanggulangi, dan memberan-tas korupsi, merupakan komisi independen yang diharapkan mampu menjadi “martir” bagi para pelaku tindak KKN.

Adapun agenda KPK adalah sebagai berikut :
  1. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.
  2. Mendorong pemerintah melakukan reformasi public sector dengan mewujudkan good governance.
  3. Membangun kepercayaan masyarakat.
  4. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi besar.
  5. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi.


 Upaya yang Dapat Ditempuh dalam Pemberantasan Korupsi

Ada beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas tindak korupsi di Indone-sia, antara lain sebagai berikut :
  1. Upaya pencegahan (preventif).
  2. Upaya penindakan (kuratif).
  3. Upaya edukasi masyarakat/mahasiswa.
  4. Upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).
Dalam segala proses kemasyarakatan, Korupsi bisa terjadi apabila karena faktor-faktor sebagai berikut:
a.      Ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi-posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakkan korupsi.
b.      Kelemahan pengajaran-pengajaran agama dan etika.
c.      Kolonialisme.
d.      Kurangnya pendidikan.
e.      Kemiskinan.
f.        Tiadanya hukuman yang keras.
g.      Kelangkaan lingkungan yang subur untuk perilaku anti korupsi.
h.      Struktur pemerintahan.
i.        Perubahan radikal.
j.         Keadaan masyarakat
Sumber : http://wawasanfadhitya.blogspot.com/2012/08/upaya-pemberantasan-korupsi-di-indonesia.html#ixzz2Ds8vJRVr

Tata Cara Pendirian Koperasi

1. Sekelompok orang berkumpul minimal 2 orang yang mempunyai kegiatan dan kepentingan ekonomi yang sama dan wajib  memahami pengertian, nilai dan prinsip Koperasi.

2. Persiapan Pembentukan Koperasi sekaligus dilaksanakan penyuluhan dari Pejabat yang berkompeten, dengan ketentuan sebagai berikut :
-  Rapat dipimpin oleh seorang atau beberapa orang dari Pendiri atau Kuasa Pendiri
-  Materi pokok bahasan a.l : Nama Koperasi, Keanggotaan, Usaha yang dijalankan, Permodalan, Kepengurusan, Pengelolaan Usaha, Penyusunan Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga, Rencana Kegiatan Usaha Anggaran Dasar memuat sekurang-kurangnya :

Daftar nama Pendiri, Nama dan Tempat Kedudukan Koperasi, Maksud dan tujuan serta bidang usaha, Ketentuan mengenai keanggotaan, Rapat Anggota, Pengurus, Pengawas, Pengelola, Permodalan, Jangka waktu berdirinya, Pembagian Sisa Hasil Usaha (SHU), Ketentuan mengenai sanksi.

-  Rapat Anggota Pembentukan Koperasi wajib dituangkan dalam Berita Acara atau Pernyataan Keputusan Rapat Anggota Pendirian yang ditanda tangani satu orang wakil anggota dan pejabat yang hadir.Nama Koperasi, Keanggotaan, Usaha yang dijalankan, Permodalan, Kepengurusan, Pengelolaan Usaha

3. Menghadapi Notaris Pembuat Akte Koperasi
Membuat alat bukti tertulis dan autentik mengenai semua perbuatan dan menetapkan yang diharuskan oleh Peraturan :
Akte lain yang terkait dengan kegiatan Koperasi.

4. Pengajuan permohonan Pengesahan Akta Pendirian Koperasi :
Para Pendiri mengajukan permintaan pengesahan secara tertulis kepada pejabat Dinas / Kantor yang membidangi Koperasi dengan melampirkan :
- Dua rangka akta pendirian Koperasi satu diantaranya bermaterai cukup,
- Berita Acara Rapat Pembentukan,
- Surat Kuasa,
- Surat bukti tersedianya modal yang jumlahnya sekurang – kurangnya sebesar simpanan pokok yang wajib dilunasi oleh para Pendiri,
- Rencana kegiatan usaha koperasi minimal tiga tahun ke depan,
- Susunan Pengurus dan Pengawas,
- Daftar hadir Rapat Pembentukan,

Melampirkan foto copy KTP dari para Pendiri
1.Pejabat yang berwenang melakukan :
- Penelitian terhadap Anggaran Dasar yang diajukan Koperasi
- Pengecekan ke lapangan untuk memastikan keberadaan Koperasi Penyerahan Akta Pendirian Koperasi (Badan Hukum Koperasi) oleh Pejabat.

Sabtu, 24 November 2012

11 Wanita bercerita tentang suami mereka

بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّØ­ْÙ…َÙ†ِ اارَّØ­ِيم

Diriwayatkan oleh Aisyah R.a : Ada 11 orang wanita duduk berkumpul, lalu mereka saling berjanji dan mengucapkan kesepakatan untuk tidak menutup-nutupi sedikitpun informasi tentang suami-suami mereka.
Wanita pertama mengatakan: “Suamiku bagaikan seperti onta yang kurus yang berada diatas puncak gunung yang terjal, yang landai pun didaki dan yang gemuk pun dinaiki.”
 Wanita kedua mengatakan: “Suamiku, aku terpaksa tidak dapat menuturkan mengenai keadaannya karena aku khawatir tidak dapat meninggalkannya. Jika aku menyebutkan sama halnya aku mengungkapkan rahasia aibnya.”

Wanita ketiga mengatakan: ”Suamiku berperawakan tinggi sekali. Jika aku berbicara maka aku akan diceraikannya dan jika aku diam aku pun akan dibiarkannya tanpa dicerai dan dikawinkan (muallaqah).”


Wanita keempat mengatakan: ”Suamiku seperti suasana malam di wilayah Tihamah, tidak panas dan tidak juga terlalu dingin, tidak menakutkan dan tidak juga membosankan.”

Wanita kelima mengatakan: ”Suamiku apabila sudah memasuki rumah, maka dia langsung tertidur nyenyak dan apabila keluar rumah dia seperti seekor singa tanpa menanyakan sesuatu apapun yang bukan termasuk urusannya.”

Wanita keenam mengatakan: ”Suamiku apabila makan, maka ia makan banyak sekali dengan bermacam jenis lauk dan jika minum maka semua sisa minuman akan diteguknya. Dan jika tidur dia akan berselimut tanpa mendekati diriku sehingga ia dapat merasakan nikmatnya kebersamaan.”

Wanita ketujuh mengatakan: ”Suamiku adalah orang yang tidak mengetahui kepentingan dirinya atau lemah syahwat serta tergagap-gagap bicaranya, setiap obat yang diminum tidak dapat menyembuhkan. Di samping itu dia juga orang yang mudah melukai dan memukul.”

Wanita kedelapan mengatakan: ”Suamiku beraroma wangi seperti zarnab dan sentuhannya selembut sentuhan seekor kelinci.”

Wanita kesembilan mengatakan: ”Suamiku adalah seorang terhormat, berpostur tinggi dan sangat dermawan, berumah dekat dengan tempat pertemuan.”

Wanita kesepuluh mengatakan: ”Suamiku bagaikan seorang raja, apa maksudnya? Suamiku adalah seorang pemilik unta yang banyak yang selalu menderum dan jarang sekali bergembala di padang rumput. Unta-unta tersebut jika mendengar suara alat musik kecapi, mereka merasa bahwa sebentar lagi mereka akan disembelih.”

Dan wanita yang kesebelas mengatakan: ”Suamiku bernama Abu Zar`in(seorang petani). Tahukah kamu siapakah Abu Zar`in? Dialah yang memberiku perhiasan anting-anting dan memberiku makan sehingga aku kelihatan gemuk dan selalu membuatku gembira sehingga aku merasa senang. Dia mendapati diriku dari keluarga tidak mampu yang tinggal di lereng bukit lalu mengajakku tinggal di daerah peternakan kuda dan unta dan dia juga seorang petani. Aku tidak pernah dicela bila berbicara di sisinya dan bila tidur aku dapat tidur dengan nyenyak sampai pagi. Dan bila minum aku dapat minum sampai puas. Lalu Ummu Abu Zar`in `, tahukah kamu siapakah Ummu Abu Zar`in `? Dia memiliki kantong-kantong bahan makanan yang besar-besar dan rumahnya sangat luas. Ibnu Abu Zar`in `, tahukah kamu siapakah Ibnu Abu Zar`in `? Dia memiliki tempat tidur laksana pedang yang dicabut dari sarungnya. Dia sudah merasa kenyang dengan hanya memakan sebelah kaki seekor anak kambing. Putri Abu Zar`in `, tahukah kamu siapakah putri Abu Zar`in ` itu? Ia adalah seorang yang amat patuh terhadap kedua orang tuanya. Tubuhnya gemuk dan suka menimbulkan rasa iri tetangganya. Budak perempuan Abu Zar`in `, tahukah kamu siapakah budak perempuan Abu Zar`in `? Ia tidak pernah menyebarkan rahasia pembicaraan kami dan tidak menyia-nyiakan persediaan makanan kami serta tidak pernah mengotori rumah kami seperti sarang burung.”

Ia (sang istri) melanjutkan:” Suatu hari Abu Zar`in ` keluar dengan membawa bejana-bejana susu yang akan dijadikan mentega lalu bertemu dengan seorang wanita bersama kedua anaknya yang seperti dua ekor anak singa bermain dengan dua buah delima di bawah pinggang ibunya. Setelah itu aku diceraikannya demi untuk menikahi wanita tersebut. Lalu aku menikah lagi dengan seorang lelaki terhormat serta dermawan. Ia menunggangi seekor kuda yang sangat cepat larinya sambil membawa sebatang tombak dan memperlihatkan kepadaku kandang ternak yang penuh dengan unta, sapi dan kambing serta memberikanku sepasang dari setiap jenis binatang ternak tersebut. Dia berkata: Makanlah wahai Ummu Zar`in` dan bawalah untuk keluargamu. Kalau kukumpulkan semua pemberiannya pasti tidak akan mencapai harga tempat minum paling kecil milik Abu Zar`in `.
Aisyah berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: “Aku terhadapmu adalah seperti Abu Zar`in` terhadap Ummu Zar`in.” (Shahih Bukhari - Muslim )

Selasa, 13 November 2012

Surat Kabar Nasional Pertama

Salah satu gerakan perjuangan kemerdekaan adalah penerbitan koran pribumi di awal abad ke-20. R.M. Tirto Adhi Soerjo (TAS) diangkat menjadi Pahlawan Nasional karena aktivitasnya sebagai pelopor pers nasional pribumi pertama di tahun 1907, di Bandung. Anugerah ini diusulkan oleh warga Jawa Barat.
R.M. Tirto Adhi Soerjo melakukan perjuangan melalui surat kabar yang dipimpinnya, Soenda Berita, pers pertama yang terbit di Cianjur. Beliau adalah pioner pers pribumi. Melalui surat kabar Medan Prijaji, pemikiran beliau menjadi cikal bakal nasionalisme dengan memperkenalkan istilah Anak Hindia. Beliau juga menyadarkan masyarakat Indonesia tentang hakekat penjajahan yang sangat merugikan bangsa dan berusaha melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan yang dilakukan pemerintah kolonial. Mengingat jasanya beliau dinyatakan sebagai Perintis Pers Indonesia tahun 1973 oleh Dewan Pers RI. Atas jasa-jasanya itu pula, pemerintah RI menganugerahkan gelar Pahlawan Nasional dan Tanda Kehormatan Bintang Maha Putra Adipradana.TAHUN 2006 Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan (PPKK) Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran (Lemlit Unpad) mempelajari tiga calon pahlawan nasional dari Jawa Barat yaitu R. Soepriadinata, R.M. Tirto Adhi Soerjo, dan K.H. Noer Ali. TAS pelopor pers nasional. Dia mendirikan surat kabar Medan Priyayi pada 1 Januari 1907. Melalui surat kabar tersebut, dia berkiprah di Jabar hingga akhir hayatnya. Bahkan makamnya pun berada di Bogor.
“TAS pelopor pers nasional. Dia mendirikan surat kabar Medan Priyayi pada 1 Januari 1907. Melalui surat kabar tersebut, dia berkiprah di Jabar hingga akhir hayatnya. Bahkan makamnya pun berada di Bogor.” [Nina H. Lubis]
Raden Mas Djokomono Tirto Adhi Soerjo lahir di Blora tahun 1880. TAS yang tak menyelesaikan sekolahnya di STOVIA Batavia pindah ke Bandung dan menikah. Di Bandung TAS menerbitkan surat kabar Soenda Berita (1903-1905) dan Medan Prijaji (1907) dan Putri Hindia (1908). Sebelum menerbitkan “Medan Prijaji”, Januari 1904 TAS mendirikan dulu badan hukum N.V. Javaansche Boekhandel en Drukkerij en handel in schrijfbehoeften Medan Prijaji. Medan Prijaji beralamat di jalan Naripan Bandung yaitu di Gedung Kebudayaan (sekarang Gedung Yayasan Pusat Kebudayaan-YPK). Medan Prijaji dikenal sebagai surat kabar nasional pertama karena menggunakan bahasa Melayu (bahasa Indonesia), dan seluruh pekerja mulai dari pengasuhnya, percetakan, penerbitan dan wartawannya adalah pribumi Indonesia asli. Selain di bidang pers, TAS juga aktif dalam pergerakan nasional, ia mendirikan Sarikat Dagang Islam di Jakarta yang kelak berubah menjadi Sarekat Islam bersama H.O.S. Tjokroaminoto.
Tirto-Adhie-Soerjo
Alm. R.M. Tirto Adhi Soerjo (1875–1918)
Pada tahun 1909, TAS membongkar skandal yang dilakukan Aspiran Kontrolir Purworejo, A. Simon. Delik pers pun terjadi, TAS dituduh menghina pejabat Belanda, terkena Drukpersreglement 1856 (ditambah Undang-undang pers tahun 1906). Meskipun TAS memiliki forum privilegiatum (sebagai ningrat, keturunan Bupati Bojonegoro) ia dibuang ke Teluk Betung, Lampung, selama dua bulan. Pada pertengahan kedua tahun 1910, Medan Prijaji diubah menjadi harian ditambah edisi Mingguan, dan dicetak di percetakan Nix yang beralamat di Jalan Naripan No 1 Bandung. Inilah harian pertama yang benar-benar milik pribumi. Masa kejayaan Medan Prijaji antara 1909-1911 dengan tiras sebanyak 2000 eksemplar.
Pemberitaan-pemberitaan harian Medan Prijaji sering dianggap menyinggung pemerintahan Kolonial Hindia Belanda saat itu. Di tahun 1912 Medan Prijaji terkena delik pers yang dianggap menghina Residen Ravenswaai dan Residen Boissevain yang dituduh menghalangi putera R. Adipati Djodjodiningrat (suami R.A. Kartini) menggantikan ayahnya. TAS pun dijatuhi pembuangan ke pulau Bacan, wilayah Halmahera selama 6 bulan, namun baru diberangkatkan setahun kemudian karena masalah perekonomian penerbitan Medan Prijaji dengan para krediturnya.
Sekembali dari Ambon, TAS tinggal di Hotel Medan Prijaji (ketika ia sedang di Ambon namanya diubah menjadi Hotel Samirono oleh Goenawan). Antara tahun 1914-1918, TAS sakit-sakitan dan akhirnya meninggal pada tanggal 7 Desember 1918. Mula-mula ia dimakamkan di Mangga Dua Jakarta kemudian dipindahkan ke Bogor pada tahun 1973. Di nisannya tertulis, Perintis Kemerdekaan; Perintis Pers Indonesia, Layaklah ia disebut sebagai Bapak Pers Nasional.
Kisah perjuangan TAS diabadikan oleh Pramoedya Ananta Toer (PAT) selepas keluarnya dari pembuangan pulau Buru awal tahun 1980-an. Ditulis dengan nama Minke dalam buku Tetralogi Buru, empat buku tebal yang berjudul Bumi Manusia, Anak Semua Bangsa, Jejak Langkah dan Rumah Kaca. Selain Tetralogi PAT pun menulis kekagumannya atas TAS dalam buku Sang Pemula. Entah alasan pemerintah saat itu apa sehingga karya Tetralogi PAT dilarang terbit dan beredar. Sejak reformasi bergulir buku-buku PAT banyak dicetak ulang, bahkan hendak diangkat ke film layar lebar.
Karya PAT tentang Minke sebagai Tirto Adhi Surjo ini sudah banyak diterjemahkan di luar negeri, hingga 33 bahasa, diakui internasional di berbagai negara sebagai sebuah karya sejarah yang apik. Selain berlatar belakang sejarah yang tentunya lebih menarik sebagai referensi pelajaran sejarah di sekolah, PAT menggambarkan manusia Indonesia dengan keadaan feodal dan sistem kolonialnya. Tak hanya kronologi era Kebangkitan Nasional Indonesia dipaparkan lebih membumi dengan bahasa yang sederhana, PAT juga menggambarkan kisah cinta seorang manusia yang sederhana, tidak muluk-muluk, saat Minke bertemu dengan Annelies, sang Bunga Akhir Abad. Kabarnya Garin Nugroho akan menyutradai dan tokoh Annelies Melemma akan diperankan oleh Mariana Renata.

Nama Indonesia

Nama Indonesia Mulai Muncul

Banyak dari bangsa-bangsa Eropa yang awam dengan benua Asia selalu beranggapan bahwa Asia hanya terdiri dari Arab, Persia, India, dan Tiongkok. Menurut mereka daerah yang terbentang luas antara Persia dan Tiongkok semuanya adalah Hindia, Semenanjung Asia Selatan mereka sebut “Hindia Muka”, dan dataran Asia Tenggara dinamakan “Hindia Belakang” sedangkan kepulauan Tanah Air kita memperoleh nama kepulauan Hindia (Indische Archipel, Indian Archipelago, Archipel Indian), pada zaman Belanda nama resminya adalah Nederlandch Indie (Hindia Belanda).
Nama Hindia asal mulanya buatan Herodotus, seorang ahli ilmu sejarah berkebangsaan Yunani (484-525SM) yang dikenal sebagai bapak ilmu sejarah. Adapun nama Hindia ini baru digunakan untuk kepulauan ini oleh Polemeus (100-178) seorang ahli ilmu bumi terkenal, dan nama Hindia ini menjadi terkenal sesudah bangsa portugis dibawah pimpinan: Vasco da Gama mendapati kepulauan ini dengan menyusuri sungai Indus.
Kemudian pada tahun 1847 terbitlah sebuah majalah tahunan di Singapura dengan nama JOURNAL OF INDIAN ARCHIPELAGO AND EASTERN ASIA (JIAEA), dikelola oleh James Richardson Logan (1819-1869) seorang lulusan sarjana Edinburg (Inggris). Tahun 1849 George Samuel Windsor Earl (1813-1865) yang berasal dari Inggris pun menggabungkan diri sebagai redaksi Majalah JIAEA.
Dalam artikelnya Earl di majalah JIAEA volume 4 tahun 1850 menyatakan pendapatnya bahwa sudah tiba waktunya untuk rakyat di kepulauan melayu memiliki nama khusus (a distinctive name) sebab nama Hindia tidaklah cocok dan sering mengundang kebingungan dengan sebutan India yang lain. Dalam judul artikelnya “Embracing Enquiries Into The Continental Relations of the Indo-pacific Islanders”, Earl menamakan penduduk India Belanda bagian barat yang berasal dari Proto-Melayu (melayu tua) dan Neutero-Melayu (melayu muda) sebagai INDUNESIANS dan Earl memilih nama untuk wilayah kepulauan Negara kita dengan sebutan MELAYUNESIA (kepulauan melayu) daripada INDUNESIANS sebab MELAYUNESIANS sangat tepat untuk ras Melayu, apalagi bahasa melayu banyak digunakan diseluruh kepulauan Negara kita.
James Richardson Logan tidak sependapat dengan Windson Earl, beliau menulis artikelnya dalam majalah JIAEA volume 4 hal 252-347 dengan judul “THE ETHNOLOGY OF THE INDIAN ARCHIPELAGO” yang membahas tentang nama bagi kepulauan Negara kita yang oleh Belanda dan bangsa Eropa disebut “Indian Archipelago” yang menurut Logan sangat panjang dan membingungkan.
Melalui tulisan Logan tersebut untuk pertama kalinya nama Indonesia muncul di dunia Internasional “Mr. Earl Sugests the Ethnographical term Indonesia, but rejects in favaour of Malayunesian, I prefer the purely geographical term Indonesian, which is merely a shorter synonym for the Indian Island or the Indian Archipelago”. Selanjutnya Logan secara aktif dalam setiap karya-karya tulisannya selalu memakai nama Indonesia sehingga banyak dari kalangan ilmuwan bidang Ethnology dan Geografi yang mengikuti pendapat Logan menyebut “Indonesia” pada kepulauan kita.
Logan memungut nama Indonesia yang dibuang oleh Earl, dan huruf U (INDUNESIA) digantinya dengan huruf O agar ucapannya lebih baik, maka lahirlah sebutan INDONESIA sampai sekarang. Earl sendiri tidak suka memakai istilah “INDONESIA” dengan alasan bahwa INDUNESIA (kepulauan Indonesia) bisa juga digunakan untuk wilayah Ceylon (Srilanka) dan Maldevies (Maladewa). Earl mengajukan dua pilihan nama Indonesia atau Melayunesia pada halaman 71, artikelnya itu tertulis “…..the in habitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago Would become respectively Indonesia or Malayunesians”.
Seorang guru besar bidang ethnology universitas berlin yaitu Adolf Bastian. Mempopulerkan nama “Indonesia” dengan menerbitkan sebuah buku yang berjudul “Indonesia Ordeer Die Inseln Des Malaysichien Archipel” sebanyak lima volume. Isi dari buku-buku tersebut membahas penelitiannya ketika pengembaraannya ke Tanah Air kita, pada tahun 1864-1880.
Melalui buku bastian tersebut nama Indonesia semakin populer dikalangan sarjana, hingga pernah muncul suatu pendapat bahwa Adolf Bastian adalah pencipta nama Indonesia, pendapat yang keliru tersebut tercantum dalam “Encyclopedie Van Nederland-Indie”, tahun 1918 bahkan di Indonesia dimasukkan dalam buku sejarah kebangsaan jilid I untuk SLTP dan yang sederajat, penerbit Asia Afrika tahun 1969.
Selain Adolf Bastian prof. Van Vollen Hoven (1917) juga mempopulerkan nama “Indonesia” sebagai ganti Indisch (India) begitu juga istilah Inlander (pribumi) diganti sebutan “Indonesier” (orang Indonesia).

Nama Indonesia Menjadi Makna Politik

Sejak tahun 1850-1884 nama Indonesia telah dikenal dalam ilmu pengetahuan Indonesia. Nama Indonesia yang semula adalah istilah ilmiah dalam ethnology kemudian diambil oleh para pemimpin pergerakan nasional, sehingga istilah Indonesia berubah menjadi makna politis. Karena istilah Indonesia menjadi makna politis sebagai wujud identitas suatu bangsa yang telah bangkit dari cengkraman kolonialisme belanda yang mencapai kemerdekaannya, maka pemerintahan kolonialisme belanda selalu menaruh curiga dan mewaspadai istilah “Indonesia” itu.
Orang Indonesia yang pertama kali menggunakan nama “Indonesia” adalah Ki Hajar Dewantara (Suwardi Suryaningrat) pada waktu Beliau di buang di negeri Belanda tahun 1913. Ketika di negeri Belanda, Beliau mendirikan sebuah biro pers dengan nama “INDONESISCHE PERS_BUREAU”. Sehingga di Rotterdam (Belanda) nama Indonesia semakin populer digunakan oleh kalangan para mahasiswa dan para ilmuwan.
Seorang mahasiswa sekolah tinggi ekonomi (Handels hooge school), yang bernama Moch. Hatta mengusulkan agar organisasinya para mahasiswa Hindia Belanda yang belajar di negeri Belanda untuk diubah yang semula bernama INDISCHE VEREENIGING yang didirikan pada tahun 1908, menjadi INDONESISCHE VEREENIGING (perhimpunan Indonesia). Begitu pula majalahnya mahasiswa Hindia Belanda semula bernama “HINDIA POETRA” diganti dengan nama “INDONESIA MERDEKA”. Alasan Moch. Hatta berinisiatif mengganti nama organisasi dan majalah dengan istilah Indonesia termuat dalam majalah Indonesia Merdeka. Bung Hatta menegaskan “……bahwa Indonesia merdeka yang akan datang mustahil disebut Hindia Belanda juga tidak Hindia saja. Sebab dapat menumbuhkan kekeliruan dengan India yang asli bagi kami nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik karena melambangkan dan mencita-citakan suatu Tanah Air di masa depan, dan untuk mewujudkanya tiap orang Indonesia akan beusaha dengan segala tenaga dan kemampunya di dalam negeri.”
Di dalam negeri berbagai organisasi pun muncul dengan sebutan Indonesia. Tercatat tiga organisasi yang pertama kali menamakan organisasinya dengan memakai sebutan “INDONESIA” .
  1. Organisasi Indonesische Studie Club tahun 1924 didirikan oleh Dr. Soetomo
  2. Organisasi Partai Komunis Indonesia (PKI) tahun 1924
  3. Organisasi INDONESISCHE PANVINDERIJ (NATIPIJ) tahun 1924, Organisasi kepanduan Nasional yang didirikan oleh Jong Islami Ten Bond.

Penetapan Nama Indonesia

Sebutan INDONESIA semakin populer di dalam negeri dalam berbagai gerakan-gerakan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh Nasional setelah nama “INDONESIA” dinobatkan sebagai nama Tanah Air, Bangsa dan Bahasa pada “kerapatan Pemoeda-Pemoeda Indonesia” pada tanggal 28 Oktober 1928 yang kemudian disebut “SOEMPAH PEMOEDA”.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; Parlemen Hindia Belanda) Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjodjo, dan Sutardjo Karto Hadi Kusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Hindia Belanda agar nama “Indonesia” diresmikan sebagai pengganti nama “NEDERLANDSCH-INDIE” (Hindia Belanda) tetapi Belanda menolak mosi ini. Segala usaha terus dilakukan untuk mengganti didalam perundang-undangan sebutan “NEDERLANDSCH-INDIE” dengan INDONESIA; dan INBOORLING, INLANDER, INHEEIMSCHE dengan INDONESIER tetapi selalu mengalami kegagalan, dimana pihak koloni Belanda selalu mendasarkan keberatannya atas dasar pertimbangan “Juridis”. Nama Indonesiers hanya boleh dipakai secara resmi dalam surat menyurat saja (Surat Edaran 10 Oktober 1940).
Sebutan “Hindia Belanda” lenyap ketika bala tentara Jepang menduduki Tanah Air Kita pada tanggal 8 Maret 1942 dan berganti sebutan “TO-INDO” (India Timur). Tidak lama bala tentara Jepang menduduki Tanah Air kita, tentara sekutu menghancurkan kekuasaan Jepang. Lalu pada tanggal 17 agustus 1945 muncul lebih kuat dengan dicantumkannya dalam proklamasi bangsa Indonesia, dan pada tanggal 18 Agustus 1945, berdirilah Negara Republik Indonesia.

Perjuangan untuk menempuh kemerdekaan melalui Surat Kabar

Pergerakan kebangsaan setelah tahun 1908 memberikan corak yang berbeda dengan sebelumnya. Pergerakan yang ada berupa pergerakan intelektual yang berbasis organisasi dan juga penggunaan media masa sebagai corong pergerakan yang dilakukan organisasi pemilik media massa. Perjuangan mencapai kemerdekaan tidak dapat lagi hanya sekedar perlawanan fisik tetapi juga harus dengan wacana pemikiran dan pengaruh.
Perkembangan pers masa pergerakan tahun 1908 sampai dengan tahun kemerdekaan tahun 1945 penuh dengan gejolak dan perkembangan bahasa Melayu yang akan menjadi cikal bakal bahasa Indonesia.
Perkembangan media masa berbahasa daerah atau Melayu, yang dinilai oleh Douwes Dekker menduduki tempat yang lebih penting daripada pers Eropa, terutama setelah berdirinya organisasi seperti Boedi Oetomo, Sarekat Islam dan Indische Partij yang menimbulkan pemikiran di kalangan pemerintah Hindia Belanda untuk menetralisasi pengaruh pers Bumiputera itu. Pemerintah Hindia Belanda berupaya untuk menekan pengaruh pegerakan yang diusung dengan bertumbuhannya pers pergerakan yang dimiliki oleh Bumiputra dengan jalan yang ditunjukkan Dr. Rinkes ialah dengan mendirikan suratkabar berbahasa Melayu oleh pemerintah Belanda sendiri serta memberikan bantuan kepada surat kabar yang dinilai lunak dalam pemberitaannya.
Berdirinya Boedi Oetomo di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908 dan persiapan-persiapan kongresnya yang pertama, yang akan diadakan pada awal oktober tahun itu juga mendapat tempat dalam pers Belanda dan Melayu. Surat edarannya pun dimuat dalam suratkabar De Locomotief dan Bataviaasch Nieuwsblad, demikian juga dalam majalah Jong Indie. Memang sejak kelahirannya, organisasi pertama ini memperhatikan pentingnya penerbitan dan suratkabar sebagai penyambung suara organisasi. Sesuai dengan sikap Boedi Oetomo pada awal pertumbuhannya sejak golongan tua menjadi pemimpin-pemimpinnya, maka suratkabarnya pun bercorak lunak, namun satu segi yang menarik ialah kesadaran redakturnya menulis dan memberitakan yang penting bagi kemajuan dan kesejahteraan. Pentingnya surat kabar berbahasa Melayu terbukti juga dari ikhtisar-ikhtisar yang muncul dalam majalah dan suratkabar Belanda, seperti Tropisch Nederland, Kolonial Tijdschrift dan Java Bode.
Semenjak berdirinya Sarekat Islam, Nampak adanya penerbitan baru suratkabar, diantaranya ada yang menonjol dan ada pula yang kurang berarti. Juga beberapa terbit di luar pulau Jawa. Mula-mula Darmo Kondo merupakan suratkabar yang utama di Jawa, tetapi setelah berdirinya SI, di Surabaya terbit Oetusuan Hindia yang isinya lebih hidup dan kuat condong “ke kiri”. Darmo Kondo sendiri tetap tenang dan kurang menunjukan kepekaannya mengenai tanda-tanda zaman, meskipun lingkungan pembacanya cukup besar. Darmo Kondo sebelum tahun 1910 dimiliki dan dicetak oleh seorang keturunan Cina, Tan Tjoe Kwan dan redaksi ada ditangan Tjhie Siang Ling, yang diketahui mahir di dalam soal sastra Jawa. Sejak itu dibeli oleh Boedi Oetomo cabang Surakarta dengan modal f.50.000,-
Oetusan Hindia lahir setelah SI mengadakan kongresnya yang pertama di Surabaya, 26 Januari 1913 di bawah pimpinan Tjokroaminoto, Sosrobroto serta Tirtodanudjo. Tirtodanudjo merupakan penulis yang tajam menarik perhatian umum, demikian juga karangan seorang bernama Samsi dari Semarang. Kedua-duanya merupakan pemegang rekor delik pers dan seringkali berurusan dengan pihak pengadilan. Tjokroaminoto sendiri mengimbangi dengan tulisan-tulisan yang tinggi mutunya dengan nada yang tenang, juga bila dia menulis untuk menangkis serangan-serangan yang ditujukan kepadanya. Selama tiga belas tahun Oetusan Hindia isinya mencerminkan dunia pergerakan, politik, ekonomi dan perburuhan, khusus yang dipimpin oleh Central Sarekat Islam. Karangan para pemimpin Indonesia lainnya muncul dan mengisi suratkabar itu serta merupakan perhatian pembaca. Singkatan nama-nama mereka O.S. Tj. (Oemar Said Tjokroaminoto), A.M. (Abdul Muis). H.A.S. (Haji Agus Salim), Tj.MK. (Tjipto Mangunkusumo), A.P. (Alimin Prawirohardjo), A.H.W. (Wignjadisastra) dan Surjopranoto silih berganti mengisi suratkabar itu, yang pengaruhnya sering Nampak di suratkabar yang terbit di kepulauan lain.
Namun kelemahan suratkabar bumiputra ialah kurangnya pemasang iklan, sehingga dengan uang langganan saja tidak cukup untuk dapat bertahan. Ditambah lagi banyak perkara SI mengurangi ketekunan pengurusnya untuk tetap memikirkan kelangsungan suratkabarnya, dan setelah Tjokroaminoto terkena perkara politik sehingga ia dijatuhi hukuman dan perpecahan di dalam tubuh SI sendiri tak terhindarkan lagi, maka Oetusan Hindia tutup usia pada triwulan pertama tahun 1923.
Surat kabar SI lainnya ialah Sinar Djawa di Semarang, Pantjaran Warta di Betawi dan Saroetomo di Surakarta. Yang terakhir itu adalah suratkabar “asli” Sarekat Islam sejak kelahiran organisasi itu pada bulan Agustus 1912. Mula-mula Saroetomo merupakan suratkabar yang kurang berarti, tetapi berangsur-angsur Nampak pengaruh Oetusan Hindia, sehingga makin bermutu. Terutama dengan muncul Mas Marco Dikromo, seorang berasal dari Bodjonegoro, yang waktu itu baru berumur 23 tahun, maka karangan-karangannya mewakili gaya tulis tersendiri. Terkenal dalam hubungan ini ialah komentar Mas Marco mengenai cara kerja Mindere Welvaarts Commissie (Komisi untuk menyelidiki sebab-sebab kemunduran kemakmuran rakyat bumiputra), sehingga menimbulkan heboh besar. Setelah tulisan-tulisannya mendapat halangan didalam Saroetomo, terutama karena campur tangan pemerintah, maka ia mendirikan suratkabar sendiri bernama Donie Bergerak. Meskipun surat kabar itu disebutkan sebagai usaha sendiri dari Inlandsche Journalisten Bond (Perserikatan Jurnalis Bumiputra), namun pihak pemerintah sendiri menduga , bahwa kelangsungan suratkabar itu terutama karena mendapat bantuan dari bekas pendukung Indische Partij serta diduga Suwardi Suryaningrat yang sedang dibuang ke Nederland sering pula menulis di situ.
Tjahaja Timoer di Malang dan juga Kaoem Moeda di Bandung, masing-masing dengan redaktur Raden Djojosoediro dan Abdul Muis menunjukan kecondongannya kepada Indische Partij dan makin lama makin baik mutunya. Tentang Indische Partij, meskipun partai itu pendek usianya, tetapi usaha penerbitan dari pendirinya, yaitu berupa majalah dua mingguan Het Tijdschrift dan surat kabar De Express, penting artinya dalam rangkaian perkembangan pers nasionalis. Majalah itu merupakan persiapan terbitnya suratkabar harian yang terbit untuk pertama kali pada tanggal 1 Maret 1912, yaitu De Expres, jadi beberapa bulan sebelum Indische Partij resmi berdiri pada tanggal 12 Desember 1912. Baik di dalam Het Tijdschrift maupun De Expres terdapat karangan-karangan Douwess Dekker, yang dengan kemahiran pena, kecerdasan otak dan semangatnya serta tujuan politiknya membuat kedua media pers itu merupakan contoh dari beberapa surat kabar bumiputra. Perjalanan propagandanya pun mendapatkan tempat di dalam surat kabar itu,yang sudah barang tentu diikuti dengan seksama oleh para pemimpin pergerakan yang pandai membaca dalam bahasa Belanda, namun isinya, terutama yang berhubungan dengan masa depan Hindia Belanda, jelas merupakan pokok-pokok pikiran yang ternyata kemudian merupakan landasan kesatuan dan perjuangan kemerdekaan Indonesia. Karangan-karangan Dr. Tjipto Mangunkusumo di dalam Het Tijdschrift dianggap bernilai tinggi dan mampu membawa pemikiran yang kritis, tenang dan terarah para pembacanya.
Setelah pembuangan ketiga pemimpin Indische Partij ke Nederland, maka dua diantara mereka masih dapat menerbitkan dua majalah dalam bahasa Belanda. Tjipto Mangunkusumo dengan majalah De Indier (1913-1914) dan R.M. Suwardi Suryaningrat dengan majalah Hindia Poetra (1916) berhasil dalam mempertahankan arah perjuangan mereka.
Abdul Muis umpamanya menaruh minat kepada Hindia Poetra dan mengusulkan agar terbit juga dalam bahasa Melayu (baca bahasa Indonesia), agar isinya dapat sampai ke pembaca bumiputra. Lahirnya PKI pada tahun 1920 menambah jumlah suratkabar partai. Terutama setelah partai itu menjalankan agitasi dan propaganda untuk membangkitkan kegelisahan social, maka pengaruhnya menjalar sampai ke tingkat local di seluruh pelosok tanah air. Golongan masyarakat yang selama itu terisolasi dari bacaan, kini mulai mendengar dan melihat media yang tidak sepenuhnya dipahami itu. Lambat laun kelihatan juga pengaruh pers local yang dikendalikan oleh PKI.
Terutama bertalian dengan penerbitan Islam, maka seorang penulis mencatat pada tahun 1925: “Sejalan dengan kebangunan itu, maka seperti terjadi ditempat-tempat lain, pers berada dimana-mana, menunjukan daya-usaha, waspada dan berpengaruh pada bidang kehidupan lain”.
Dihubungkan dengan jumlah penduduk, Indonesia pada waktu itu (1920) mempunyai 50 juta penduduk. Di jawa dan Madura terdapat 35.017.204 penduduk, Sumatra lebih dari 5.800.000 dan sisanya tersebar di kepulauan lain. Di Jawa saja terdapat 39.000 penduduk Bumiputra yang telah beragama Kristen, orang Eropa ada 135.214 dan orang Cina 386.112.
Rapat Zendings Bond di Yogya pada akhir Agustus 1922, memperkirakan jumlah penduduk Jawa yang pandai membaca bahasa Melayu kurang lebih 1.000.000, yaitu setengah juta dapat membaca bahasa Jawa, 400.000 membaca bahasa Jawa dan 200.000 bahasa Sunda. Huruf Latin telah mulai dikenal dan menggantikan huruf Jawi dan Jawa dalam percetakan buku dan majalah. Bahasa Belanda lebih dikenal oleh penduduk Jawa yang telah berpendidikan.
Mengalirnya buku-buku berbahasa Arab dan Mesir ke Sumatra Barat saja, pada tahun 1916 berharga fl. 10.000. banyak buku standard, seperti dari Al-Ghazali, dijual dalam dua bahasa, Jawa – Arab, Melayu – Arab , Sunda – Arab dan seterusnya. Penyebaran buku-buku Islam terbukti juga dari terdapatnya kios-kios buku di banyak stasiun kereta api yang memperjual belikan itu. Suratkabar merupakan saksi hidup tumbuhnya banyak organisasi, baik yang berdasarkan agama, nasional, social maupun ekonomi. Kegiatan penerbitan Islam terbukti juga berorientasi luas, ternyata dari dari adanya iklan menawarkan majalah dalam bahasa Perancis Echos de I’Islam (Paris) dan bahasa Inggris The Muslim Standard (London). Mas Marco diketahui juga membuat risalah Pan Islamisme bahasa Melajoe. Cara pengiklanan yang khas ditempuh oleh penerbit Islam Mardi Kantaka di Surakarta, dengan menempatkan daftar buku di belakang amplop untuk mengirimkan surat-surat, dimana terbukti juga terdapatnya kepustakaan dalam bahasa asing.
Perdagangan buku Islam terutama berpusat di Surabaya dan Batavia. Namun terdapat juga di tempat ziarah seperti Gresik dan Demak, bahkan di kota kecil seperti Blora dijajakan buku cetakan India dengan penjual dari Bombay. Seorang pengamat juga melihat adanya buku-buku agama cetakan dari Istambul, Beirut, Mekah, bahkan dari Kazan (Rusia) yang diperdagangkan di pelbagai kota lain.
Menurut daftar yang dibuat oleh B. Schrieke, penasehat pemerintah urusan Bumiputra, maka dari 107 suratkabar dan majalah, yang terbit sekitar tahun 1920 corak suratkabar/majalah digolongkan menjadi nasional, liberal,radikal dan komunitis. Ada juga yang bercorak netral, politik dan perdagangan. Judul-judulnya pun menarik perhatian, banyak yang memakai kata “sinar”,”Jong”,”kebangoenan”,”baroe” dan sebagainya.
Dari jumlah 16 buah diterbitkan di Weltevreden – Batavia, 10 buah masing-masing di Semarang, Surabaya dan Medan. Dengan adanya surat kabar Islam, yang beraneka ragam dan jumlah berada di tengah-tengah masa depresi dan krisis umum di dalam dunia persuratkabaran, merupakan pertanda bahwa Islam telah bangun.
Suatu usaha untuk mengimbangi keadaan itu ialah usaha pemerintah Hindia Belanda, untuk mengedarkan buku-buku netral (Golsdienstloos) sebanyak satu juta buku setahunnya,.Adanya penerbitan itu menunjukan, bahwa di Indonesia itu sedang terjadi suatu evolusi yang bergerak cepat.
Dalam perjuangan mendatang untuk lebih banyak “cahaya” lebih banyak kebebasan, untuk hidup lebih makmur, pers berada dimuka sebagai pusat perhatian dan sebagai pelopor. Media pers yang membawakan suara nasionalisme Indonesia ialah majalahnya para mahasiswa di Nederland, yang melantingkan kata Indonesia dalam kata pengantar nomor pertama Indonesia Merdeka (IM) pada tahun 1924.
Corak IM dengan keterangan-keterangannya merupakan aksi untuk mencapai tujuan PI, terutama untuk memperkuat cita-cita kesatuan Bangsa Indonesia. Majalah itu terbit dalam dua bahasa , bahasa Belanda dan bahasa Indonesia. Terbitan bahasa Indonesianya hanya lima nomor, kemudian terenti. Redaksi dipegang oleh pimpinan PI para pengarangnya tidak dicantumkan,karena setelah dirundingkan dengan anggota pimpinan, maka karangan yang dimuat itu merupakan pendapat PI.
Dari berkas laporan pejabat pemerintah Belanda, setelah terjadi penggeledahan dan penyitaan dokumen-dokumen PI ternyata bahwa Indonesia Merdeka mencatat 280 langganan.
Penyebarannya dilakukan secara rahasia dan sebagai penyebarnya ialah Sudjadi, yang diangkat sebagai propagandis PI di Jakarta. Dengan segala cara ia berhasil menyebarkan IM kepada para langganan dan penganut gagasan PI. Dari sistem kartu langganan yang disita dari arsip PI itu ternyata angka-angka seperti tersebut diatas, suatu data yang langka mengenai jumlah dan penyebaran langganan suatu majalah.
Yang menyebabkan makin meluasnya paham PI sudah barang tentu ialah majalah dan suratkabar yang dimiliki oleh pergerakan nasional. Demikianlah meskipun PI secara resmi tidak mempunyai cabang di Indonesia,namun melalui Sudjadi sebagai unsure “unsure kerja” di Indonesia dan bekas anggota-anggota PI di beberapa kota, maka mata-rantai gagasan nasionalisme Indonesia dan aksi-aksi untuk mencapai Indonesia Merdeka terdapat pula di Indonesia.
Kelompok-kelompok setempat bekas anggota PI dengan koordinasi komite pusat yang terdiri dari Mr. Sartono, Iskaq, Sunario, Budiarto dan Sudjadi mempersiapkan suatu kongres nasional. Kongres nasional itu merupakan persiapan kearah terbentuknya sebuah partai kerakyatan, yang didasarkan atas azas-azas nasionalistis yang murni, yang akan bernama Sarekat Rakyat Nasional Indonesia.
Pemberontakan PKI 1926-27 dan larangan kepada PKI sedikit menghambat persiapan pembentukan partai baru itu, tetapi pada bulan April telah diadakan rapat-rapat dan pada tanggal 4 Juli 1927 berdirilah PNI. Dari enam orang pendirinya, empat orang adalah bekas anggota Perhimpunan Indonesia.
Referensi : - Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, "Sejarah Nasional Indonesia", Balai Pustaka.